Sunday, March 2, 2014

Perjalanan Seorang Pahlawan Terlupakan

Hidup ini adalah sebuah pilihan. Sesuatu yang terbilang mudah tapi menentukan masa depan yang akan dijalani. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi nanti. Terkadang kita menyesal, kadang kita merasa benar pada keputusan yang dibuat. Tak jarang juga jalan yang kita pilih membawa kita ke dalam keterpurukan. Dari seseorang yang dikagumi dengan prestasi mentereng di masa puncak karirnya menjadi orang yang terlupakan.

Begitu pun dengan perjalanan hidupku. Awalnya jalanan Jerez de la Fontera di kota Cadiz adalah di mana aku unjuk gigi bersama teman-teman. Hingga suatu saat di mana sepakbola menjadi tujuan hidupku bersama klub lokal Xerez. Hanya bertahan satu tahun pengabdianku bersama klub ini. Aku pindah ke klub divisi teratas negeri ini Real Mallorca. Tapi perjalananku tidak berjalan mulus-mulus saja. Aku hanya bermain di tim muda klub ini dan beberapa kali dipinjamkan ke klub lain hingga usiaku 23. Katanya untuk pengalamanku sebagai seorang profesional.

Lalu saatnya aku membuat sebuah keputusan yang besar. Aku memilih pindah ke sebuah klub di divisi dua yang bermarkas di Estadio de La Condomina. Di Murcia ini aku hanya bisa membawanya di posisi 17 dan 18 di akhir dua musim berturut-turut. Tapi di sinilah kutemukan sebuah momentum besar. Aku menunjukkan bahwa kemampuan mencetak gol yang mumpuni dengan dua kali duduk di jajaran top scorer bersama 25 dan 21 golku. Fantastis kan untuk klub papan bawah ini?

Akhirnya momentum ini berlanjut di 2005 berkat seorang pria asal Jerman, Bernd Schuster. Dia adalah orang yang paling berjasa sepanjang hidupku. Membawaku ke dalam kasta tertinggi sepakbola negeri ini bersama Getafe. Untuk itu aku persembahkan 20 gol dan posisi sembilan berturut-turut untuk menghormati jasa besarnya. Orang-orang pun mulai melirik kemampuanku sebagai striker yang berbahaya. Bahkan pemimpin klub ini pernah berkata bahwa diriku adalah finisher terbaik setelah Ronaldo da Lima. Sanjungan yang besar dari sang bos besar.

Dua musim sudah kuhabiskan bersama Bernd Schuster dan Getafe. Aku pulang ke Mallorca dengan mahar lima juta Euro. Rasa haus golku tidak surut bersama dengan kepindahanku. Di bawah asuhan Gregorio Manzaro aku berhasil menjadi manusia yang paling banyak mencetak gol di La Liga 2007/2008. Aku adalah pencetak sejarah bagi klub. Sebagai pemain pertama yang meraih gelar El Pichichi. Bahkan striker sehebat Samuel Eto'o pun tak mampu meraihnya bersama Mallorca. Tentu saja aku sangat bangga belum lagi jika mengingat aku tak sekalipun mengambil bola penalti. Aku berhasil mendobrak hati Vicente del Bosque untuk memanggilku tampil di tim nasional dan dibawa ke dalam bagian masa awal kedigdayaan negeri ini di Piala Eropa 2008. Ini adalah puncak karirku sebagai seorang atlet.
 
Dari semua kejayaan yang aku nikmati saat itu masih ada tujuan yang membuatku penasaran. Aku ingin merasakan juara dan tampil di Eropa bersama klub. Aku tahu jika di Mallorca karirku belum tentu bisa meraih gelar karena ada dua raksasa di negara ini. Beruntung ada tawaran menarik dari negeri seberang, Turki. Klub menerima tawaran sebesar 14 juta Euro untuk jasa mencetak golku kepada Fenerbahce. Satu lagi keputusan besar yang aku ambil di dalam perjalananku.

Akhirnya aku berhasil mengetahui rasanya mengangkat trofi bersama klub. Kami meraih gelar Turkish Super Cup 2009 dari Besiktas klub yang tak pernah turun divisi dan menjuarai Liga serta Turkish Cup secara bersamaan. Di musim keduaku akhirnya ada impian yang tercapai yaitu menjuarai Liga. Tapi ada sedikit kekecewaan yang terasa sebagai seorang striker. Jumlah golku pun menurun jika dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Aku hanya mencetak 11 gol di Liga dan 18 di seluruh kompetisi. Firasat buruk telah bolak-balik terlintas di kepalaku. Akibatnya benar saja aku semakin jauh dari tim nasional yang lebih memilih striker-striker muda dan lebih tajam dariku. Aku mulai tergeser bersama munculnya ketajaman pada diri Fernando Llorente, Alvaro Negredo, dan Roberto Soldado. Karirku terus menurun hingga aku tak betah dan ingin pulang kampung.

Aku pulang ke Spanyol dan kembali ke salah satu klub yang membesarkan namaku Getafe. Tapi benar saja firasat burukku. Dan ini yang paling mengerikan dalam karirku sebagai pesepakbola. Aku kehilangan kemampuan yang membuatku berada dalam gemerlap dunia sepakbola. Ya benar, sentuhan emasku sebagai pencetak gol telah hilang. Tinggal sisa nama besar tanpa kemampuan mumpuni yang dulu aku bangga-banggakan.

Orang-orang mulai melupakan kehadiranku di Spanyol. Hingga hanya segelintir orang saja yang sadar bahwa aku berada di Malaysia. Bukan untuk berlibur tapi bekerja sebagai atlet sepakbola. Aku dipinjamkan ke klub Darul Takzim klub yang memanfaatkan nama besarku. Dan sekarang orang sudah benar-benar lupa padaku. Apa ada yang sadar aku terdampar di Paraguay dengan Cerro Porteno?

Hah. Begitu banyak rintangan yang telah saya hadapi untuk mencapai puncak. Tapi alangkah mudahnya untuk menjatuhkannya begitu saja hanya dengan satu keputusan yang paling krusial yang pernah saya ambil. Mungkin kepergianku ke Turki berhasil membawaku ke puncak tertinggi sekaligus menjatuhkanku ke lubang terdalam. Dunia ini memang sangat kejam. Belum sempat aku menikmati semua itu aku harus berjuang kembali meraih kemampuan terbesarku, mencetak gol. Tapi tak banyak yang bisa kuperbuat. Aku sudah menjadi veteran yang terlupakan.

Oh iya maaf aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Daniel Gonzalez Guiza. Tapi orang-orang lebih mengenal Dani Guiza. Tak tahu ya?

No comments:

Post a Comment

Postingan Populer