Monday, March 10, 2014

Pembantaian di Akhir Perjuangan

Kekalahan bukan suatu hal yang mudah diterima begitu saja. Siapapun pasti pernah merasakannya entah dalam bentuk apa. Itulah yang saya rasakan tadi malam bersama tim futsal dalam acara olahraga Fakultas. Tidak hanya kalah tapi kami dibantai secara telak 1-7 dari junior-junior baru. Walaupun hanya melihat dari bangku cadangan karena memang saya berada dalam kondisi kurang baik. Tapi tetap saja sulit melihat pembantaian yang jelas terjadi di depan mata. Apalagi ini adalah akhir perjuangan karena tahun depan sudah tak bisa berpartisipasi.

Ada dua kesalahan besar yang tak pantas disajikan di partai sekelas turnamen ditunjukkan. Futsal memang sedikit berbeda dengan sepakbola. Semua pemain harus mampu bertahan dan menyerang sama baiknya. Yang pertama adalah para pemain utama yang berlaga lupa untuk bertahan. Terlalu berambisi untuk mencetak gol dan menang. Panik karena gol kedua lawan setelah kita menyamakan skor. Akibatnya sering kali hanya menyisakan satu pemain di depan kiper sementara tiga orang lawan telah memasuki area kami. Alhasil begitu mudahnya 7 gol digelontorkan.

Kesalahan berikutnya adalah hilangnya kekompakan sebagai suatu tim. Memang kami tim independen tanpa bantuan mentor atau pelatih hanya bertumpu pada keputusan kapten. Tapi setelah tiga tahun bermain bersama saya tak merasakan adanya perbedaan dengan pertama kali kenal. Ini terjadi ketika gol ketiga datang. Kapten kami tetap ngotot untuk menyerang dengan memasukkan pemain yang bernaluri serang tinggi. Alih-alih memeperkecil ketinggalan malah menambah skor lawan. Dia tidak berani ambil risiko untuk percaya pada pemain yang lebih bagus bertahan. Mungkin karena tak punya teknik individu mumpuni. Tapi kapten, bukankah kau akan lebih leluasa menyerang dengan adanya orang yang bisa dipercaya di belakang selain kiper? Bahkan kiper utama kami setuju dengan ini.

Ya kalah dan menang adalah hal yang biasa dalam sebuah pertandingan. Tapi di akhir perjuangan kita ini malah menderita pembantaian. Kecewa tentu saja. Bukan karena saya tak diperbolehkan bermain. Tapi kalian lihat kan pertandingan berikutnya junior-junior baru ini? Mereka melawan sebuah tim yang saya yakin jarang bermain bersama. Tak semuanya bukan pemain futsal asli sama dengan kita. Tapi mereka saling percaya dengan merotasi hampir semua pemainnya. Hasilnya? Walaupun kalah mereka sempat menekan hingga akhir dengan skor 5-6. Sama-sama kalah kok. Tapi kalah beserta pembantaian lebih sulit diterima. Lebih dari itu, yang paling sulit adalah hilangnya rasa kepercayaan dari rekan seperjuangan selama tiga tahun.

No comments:

Post a Comment

Postingan Populer