Tuesday, March 7, 2017

Mirisnya Hidup Wanita



imdb.com

Sebenarnya saya baru tahu bahwa tanggal 8 Maret itu diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Penyebabnya adalah ramainya perbincangan tentang Women’s March Jakarta yang dimulai pada hari Sabtu, 4 Maret lalu. Berbicara soal perempuan, saya jadi teringat dengan sebuah film yang berjudul Mustang.

Ketertarikan saya pada film Mustang sejujurnya murni hanya karena film ini mendapat nominasi Best Foreign Language Film di Academy Awards tahun lalu. Sebelum menonton pun saya tak mencari membaca sinopsis maupun melihat trailernya. Maka dari itu saya tak punya bayangan tentang jalan ceritanya sama sekali.

Ternyata cerita Mustang ini memang jauh di luar dugaan saya. Awalnya, film garapan sineas asal Truki, Deniz Gamze Ergüven ini mengisahkan bagaimana 5 perempuan kakak beradik yang menjalani hidup dengan bahagia. Mereka bermain dan tertawa seperti anak-anak pada umumnya. Namun lama-kelamaan, kebahagiaan mereka pun dirampas satu per satu dan perlahan. Mirisnya, hal itu dilakukan oleh paman dan neneknya yang mengasuh mereka.

Meski Mustang menggunakan latar kehidupan di Turki, namun film ini memang terasa dekat dengan kondisi di Indonesia. Ada banyak sekali kejadian yang bisa dibilang bersinggungan langsung dengan perihal hak-hak wanita, pengaruh orang tua terhadap anak, dan juga pengaruh lingkungan sosial. Oh ya, saya ingin mengingatkan bahwa bahasan ini tentunya menjadi spoiler. Hehe.

Ketakutan Berlebih Orang Tua

Masalah utama yang hadir di film ini adalah orang tua yang terlalu khawatir dengan kondisi anak-anaknya. Maka dari itu mereka sering kali bertindak protektif. Namun sayangnya, alih-alih memberi pengertian tentang bahaya dari suatu hal, mereka cenderung memilih untuk langsung melarang. Ya kadang dengan ancaman sebuah hukuman bila dilanggar.

Tentu saja maksudnya baik, ingin melindungi sang anak dari bahaya dan kejamnya dunia. Namun jika berlebihan, tentu akan berakibat buruk juga pada anak-anak. Karena wajar saja, kita pun ketika muda merasa haus akan informasi dan hal baru.

Nah, hal itu digambarkan dengan lumayan ekstrim di film Mustang. Karena sebuah kesalahpahaman, mereka dilarang untuk keluar rumah. Bahkan parahnya, si nenek dan pamannya setuju untuk menyingkirkan segala hal yang dianggap “merusak”, seperti buku bacaan hingga telepon genggam.

Bayangkan saja, mereka sudah dilarang keluar rumah, ditambah lagi tak boleh mengkonsumsi hiburan dan belajar. Kejam? Ya sangat kejam menurut saya. Tak hanya merendahkan sebagai perempuan, tapi juga sebagai manusia. Toh, hidup mereka tak jauh berbeda dengan napi yang di penjara. Terbatas dan penuh aturan.

Stigma Perempuan di Masyarakat

Meski Mustang berlatar Turki, rasanya ada juga anggapan tertentu tentang wanita yang mirip dengan di Indonesia. Yaitu para wanita harus berpakaian tertutup, bisa memasak, dan melakukan pekerjaan ruamh tangga lainnya. Di Mustang, hal itu berulang kali disinggung dari beberapa adegan.

Menurut saya, memang hal itu baik. Menutupi tubuh ada untungnya karena bisa terhindari dari ancaman seperti luka atau serangga. Lagipula urusan fashion pun bisa diatur, artinya seorang wanita bisa tetap terlihat menawan terlepas dari cara berpakaiannya, entah itu tertutup atau tidak. Untuk urusan memasak pun juga sama baiknya, Ya lagipula menurut saya memasak adalah salah satu keahlian untuk bertahan hidup.

Namun kekhawatiran yang ditonjolkan dari film ini adalah dua hal itu tidak diimbangi dengan kebebasan berekspresi. Ada sebuah pemikiran bahwa wanita harus berpakaian tertutup, bisa memasak, dan melakukan pekerjaan rumah tangga SAJA. Mereka tak diizinkan untuk melakukan hal lain, karena dianggap “merusak”.

Lebih parahnya adalah anggapan dari generasi orang tua kita bahwa jika wanita tak bisa melakukan hal-hal tersebut, akan mendapat cap negatif. Ya semudah itukah menilai seseorang?

Pernikahan Usia Dini dan Kekerasan Seksual

Seperti yang kita tahu, di tahun 2017 ini masih ada orang yang menyalahkan wanita di kasus kekerasan seksual. Entah berapa kali saya melihat tanggapan seperti, “Ya salah sendiri berpakaian minim” atau “salah sendiri berjalan di tempat sepi pada malam hari”. Padahal sudah jelas si wanita ini menjadi korban, tetapi malah disalahkan.

Lagipula yang harus disalahkan itu si pelaku. Mau tertutup seperti apa pun, jika pelaku tak bisa menahan nafsunya, ya akan terjadi perkosaan juga. Sama saja. Begitu pun sebaliknya, mau si wanita berpakaian minim, kalau bisa menekan hawa nafsu ya tak akan terjadi apa-apa.

Bahkan ada yang lebih parah, saya pernah membaca sekilas tentang wanita yang dipaksa keluarganya untuk menikah dengan si pemerkosa. Hebat ya. Ya bahkan masih ada kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota keluarganya sendiri.

Ya itulah mengapa masih ada anak-anak remaja yang terpaksa untuk menikah. Salah satunya karena dipaksa oleh keluarganya. Apa pun alasannya, entah itu karena diperkosa atau untuk melunasi hutang keluarga. Namun menurut saya, hal itu tak sepantasnya terjadi.

Seperti di film Mustang, para wanita itu satu per satu dipaksa untuk menikah ketika usia mereka masih remaja. Bahkan salah satu penyebabnya adalah karena si anak telah diperkosa oleh sang paman. Coba direkap lagi poin-poin di atas, para wanita dikekang dan dipaksa melakukan hal-hal yang tak diinginkan, lalu mereka dipaksa menikah. Apakah itu cara mengasuh anak? Atau pabrik budak?

Terkadang saya merasa kasihan dengan wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun, terutama karena alasan terpaksa. Tentu ada sebagian hidup mereka yang berubah dan berbeda dibanding wanita seusianya yang belum menikah. Yang biasanya masih punya waktu banyak untuk mengasah diri, mau tak mau mereka harus membagi peran sebagai istri dan juga ibu.

Saya juga menyayangkan para wanita yang terbuai dengan kata “halal”. Tak sedikit yang menikah hanya mengejar status “halal” saja. Bukannya saya menentang pernikahan. Namun menurut saya sebuah pernikahan tidak sedangkal dan sesederhana itu. Ada banyak hal yang sepatutnya dipertimbangkan.

Maka dari itu pernikahan dini pun belum tentu membuahkan hasil yang positif. Terlalu berisiko, secara fisik dan batin.

Penutup

Dari film Mustang saya belajar banyak hal. Mulai dari bagaimana besarnya pengaruh orang tua, hingga kepada hak wanita sebagai manusia. Jika kalian ingin memperingati hari perempuan sedunia, ada baiknya menonton film Mustang, meski berlatar Turki, saya merasa hal yang ada di dalamnya juga kemungkinan masih terjadi di Indonesia.

Ya setidaknya dari film ini kalian bisa melihat bagaimana menjadi orang tua yang buruk seperti apa.

Monday, March 6, 2017

Terima Kasih Logan

screenrant.com

Dalam seminggu terakhir, ada satu hal yang ramai dibicarakan selain kedatangan Raja Salman ke Indonesia, yaitu film Logan. Banyak sekali pujian dan sanjungan yang diberikan pada Logan, baik itu di timeline media sosial ataupun perbincangan dengan teman-teman. Ya, hal itulah yang membuat saya tertarik untuk menonton Logan.

Sebenarnya terlepas dari bagus atau tidak, saya tetap ingin menyaksikan Logan. Karena saya sendiri adalah salah satu penggemar film-film X-Men dan karakter Wolverine. Hanya saja timbul rasa penasaran, apa iya film superhero bisa sebagus seperti yang diucap oleh orang-orang.

Sedikit Cerita Tentang Wolverine

Bagi yang belum tahu, film Logan bercerita tentang sosok Wolverine di masa tuanya. Logan, yang diperankan oleh Hugh Jackman, adalah karakter utama dalam franchise X-Men. Ya, jadi Logan ini adalah salah satu film spin-off dari franchise utamanya, X-Men.

Wolverine sendiri adalah salah satu mutan yang paling kuat. Dia memiliki kemampuan regenerasi yang sangat cepat. Maka dari itulah dia bisa hidup jauh lebih lama dibanding manusia pada umumnya. Selain itu, dia juga punya cakar di tangan yang keluar dari dalam tubuhnya. Cakarnya pun terbuat dari adamantium, logam (fiksi) terkuat yang pernah ada.

Sosok Wolverine menjadi begitu ikonik dalam film X-Men. Ya, selain karena perannya sebagai pusat cerita, Hugh Jackman punya andil yang besar dalam hal ini. Dia berhasil memerankan karakter kuat dengan kepribadian cuek dan tanpa basa-basi. Sosok Wolverine pun seolah melekat dalam diri Hugh Jackman.

Maka dari itu rasanya wajar jika Fox pada akhirnya membuat spin-off untuk Wolverine. Nah, film Logan ini adalah yang ketiga, namun dianggap yang terbaik. Karena memang kedua film sebelumnya jauh dari kesan memuaskan.

Peran Film Logan untuk Franchise X-Men

Setelah menontonnya, saya pun menyetujui bahwa memang Logan adalah film yang bagus. Namun menurut saya Logan tak hanya sekadar bagus, tapi lebih dari itu. Logan seolah menjadi penanda kebangkitan franchise X-Men dan superhero mutan.

Bisa dibilang X-Men menjadi salah satu yang berperan besar dalam popularitas film superhero di abad ke-21, selain Blade. Di awal tahun 2000-an memang film superhero mulai menurun, karena selain film yang berbasis Marvel dan DC, hampir tak ada. Setelah Unbreakable karya M. Night Shyamalan, tak ada lagi film superhero yang “original”.

Film tentang para superhero mutan itu pun mulai banyak dilirik dan meraih banyak fans. Apalagi melihat respon dari para jurnalis yang melihat film ini memiliki potensi yang besar. Fox pun akhirnya memberanikan diri untuk membuat sekuel dan menjadikannya franchise besar.

Namun seperti hal pada umumnya, franchise X-Men pun mengalami titik jenuh. Awalnya dimulai dari X-Men: The Last Stand yang kualitasnya menurun jauh jika dibandingkan dua film sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah keluarnya Bryan Singer dari kursi sutradara. Setelah itu muncul spin-off Wolverine, yang kita tahu seperti apa hasilnya.

Bisa dibilang, franchise tersebut tertolong berkat hadirnya prekuel X-Men: First Class dan sebuah “timeline reboot” di X-Men: Days of Future Past. Namun kejenuhan itu sampai pada puncaknya ketika X-Men: Apocalypse muncul. Berbeda dengan awal kemunculannya, Apocalypse terkesan hanya film yang dibuat untuk senang-senang saja.

Nah, karena itu Fox mulai memberi penyegaran lewat Deadpool. Mereka terlihat sekali ingin melakukan perubahan dalam dunia film superhero ini. Logan pun akhirnya dibuat dengan embel-embel rating R, alias untuk dewasa. Di sinilah sudah terlihat pertanda bahwa Fox ingin membuat film dengan “serius”.

Hasilnya pun tak mengecewakan, karena Logan seolah berada satu level di atas semua film X-Men yang pernah ada. Dari segi penuturan cerita dan adegan-adegan action yang solid, Logan mengingatkan saya pada The Raid: Berandal. Maka dari itu, kita yang seolah telah jenuh menonton film X-Men pun seakan-akan dibuat semangat lagi oleh Logan. Karena memang film seperti inilah yang telah ditunggu sejak lama.

Dengan keberhasilan Logan, pihak Fox pun akan terus bersaing meraih popularitas dengan Marvel Cinematic Universe (MCU) dan DC Extended Universe (DCEU). Ya, mereka kini tak hanya mengejar target anak-anak saja, tapi juga orang dewasa yang biasanya agak skeptis dengan film superhero.

Sentilan Untuk Film-Film Superhero

Logan seolah menyentil film-film superhero lain yang ada di abad ke-21. Ya film ini mengingatkan bahwa film superhero akan jauh lebih baik jika membuat “film yang sebenarnya”.

Karena sangat disayangkan kebanyakan film superhero seolah hanya ingin pamer visual saja. Tanpa ada penggambaran karakter yang kuat, tanpa ada penulisan cerita yang baik. Dua hal penting itulah yang sering dilewatkan. Ya jangan lupakan alasan mengapa banyak orang begitu menyukai trilogi The Dark Knight-nya Christoper Nolan.

Patut diingat juga bahwa Wolverine bukanlah sebuah materi baru. Berbeda halnya dengan apa yang terjadi dengan Deadpool maupun Doctor Strange. Mereka hadir membawa kesegaran, dengan menawarkan karakteristik yang unik. Sedangkan karakter Wolverine telah ada sejak tahun 2000, alias 17 tahun lalu.

Yang dilakukan James Mangold hanyalah mengeluarkan segala potensi yang ada di dalam karakter Wolverine. Dia pun menyajikan cerita yang bisa dinikmati tanpa harus menyalahkan penonton yang tidak membaca komiknya.

Terima Kasih Hugh Jackman!

Kabarnya, Logan menjadi film terakhir untuk Hugh Jackman berperan sebagai Wolverine. 17 tahun sudah dilaluinya sebagai mutan yang paling ikonik dalam film X-Men. Ya kita hanya bisa berterima kasih pada film Logan dan James Mangold. Terima kasih untuk menutup karier Hugh Jackman sebagai Wolverine dengan luar biasa, dan terima kasih juga karena telah memberi gambaran bagaimana membuat film superhero yang baik.

Postingan Populer