Thursday, March 27, 2014

Rumor Nama Besar

Sejak beberapa waktu yang lalu sempat terdengar rumor menarik di kubu Inter. Salah satunya adalah tentang transfer pemain. Media-media di luar sana menyebutkan nama-nama besar seperti Patrice Evra, Bacary Sagna, Edin Dzeko, hingga Fernando Torres dan Alvaro Morata. Dari kelima nama tersebut memiliki posisi bermain yang sama. Seorang fullback dan striker. Erick Thohir pun telah mengakui tentang rumor tersebut.

Jika melihat dari sisi materi pemain sepertinya kehadiran mereka bisa membuat lebih baik. Dimana Inter masih kekurangan pelapis sepadan untuk duo wingback Jonathan dan Nagatomo. Sektor pemain depan pun masih sangat minim karena Diego Milito semakin uzur dan tempatnya mulai tergeser dengan Mauro Icardi. Lalu apa memang Thohir hanya semata-mata ingin memperdalam skuad? Saya rasa ada beberapa faktor lain mengapa muncul nama-nama besar itu. Berikut adalah faktor-faktornya.

Pengalaman

Evra, Sagna, Dzeko, dan Torres adalah pemain yang cukup disebut berpengalaman. Karena mereka bermain reguler di kompetisi tertinggi. Dan juga lebih ketat dibanding Italia karena di Inggris ada tiga kompetisi. Pengalaman bermain di kancah Eropa pun harus masuk pertimbangan. Hanya Dzeko yang terhitung minim karena Manchester City jarang melaju jauh. Evra dan Torres adalah bagian dari skuad yang memenangkan Liga Champions di klubnya masing-masing. Jika dibandingkan dengan pemain yang ada memang timpang. Jonathan, Nagatomo, Palacio, dan Icardi sebelum di Inter bahkan belum pernah menyicipi pentas Liga Champions. Ini salah satu yang pantas dipertimbangkan.

Nama Besar dan Menjual

Pemain-pemain dengan nama besar memang bisa membantu ekonomi klub. Walaupun memang tidak terlalu signifikan tetapi tetap ada keuntungan tersendiri. Nama-nama besar dari Premier League pasti akan mendapat sorotan lebih. Terutama di Asia yang memang lebih populer. Sebelumnya bahkan sudah ada rekrutan baru Nemanja Vidic. Bisa saja keuntungan ini dari hal-hal kecil seperti menambahnya jumlah penonton di stadion. Di mana orang akan berdatangan karena penasaran dengan aksi-aksi nama besar ini di lapangan bersama Inter. Pemasukan dari tiket stadion akan bertambah. Mungkin juga untuk melakukan kerja sama dengan pihak-pihak di Asia karena Serie-A akan lebih menarik. Bisa saja. Selain itu kualitas dalam nama besar akan menambah gairah semangat tim. Seperti yang telah dicontohkan oleh Hernanes.

Kedalaman Skuad

Skuad Inter memang baik-baik saja. Namun saya rasa kualitas tim utama dengan cadangan belum terlalu sepadan. Sektor penyerang adalah yang harus diperbaiki. Terlalu bergantung kepada Rodrigo Palacio sepanjang musim bisa menjadi seperti pedang bermata dua. Inter akan sulit mencetak gol jika dia tampil kurang fit atau menurunnya performa. Kehadiran striker pengalaman dengan nama besar seperti Dzeko atau Torres harusnya bisa menjadi tambahan kekuatan yang besar.

Menarik ya jika membicarakan transfer pemain. Nama besar dengan pengalaman memang yang dibutuhkan oleh Inter.  Tak masalah jika beberapa di antaranya sudah memasuki usia senja. Karena Inter memang bersahabat baik dengan pemain-pemain seperti ini. Lagipula mulai habisnya pemain-pemain rezim kejayaan dulu ditambah dengan revolusi besar dari mulai presiden hingga pelatih yang punya filosofi berbeda memang harus ada perubahan berarti. Inter tak bisa terus menerus membeli pemain medioker dengan harapan bisa kompetitif di liga dan Eropa sekaligus. Ya memang saat ini nama-nama itu tak superior seperti dulu. Setidaknya mereka berpengalaman lebih. Hal yang sudah lama tak dilihat Interisti.

Thursday, March 20, 2014

Pemimpin Baru

Sebentar lagi negeri ini akan punya pemimpin baru. Tanda-tandanya sudah gencar dimunculkan. Pepohonan dihiasi deretan foto-foto orang tak dikenal. Wajah-wajah besar terpampang di spanduk dan baliho. Tak ketinggalan kota-kota pun menjadi lebih berwarna oleh bendera-bendera yang beragam. Untung saja fenomena ini tak terjadi sepanjang tahun. Membuat manusia malas keluar rumah huninya.

Para calon itu berlomba-lomba untuk meraih kekuasaan di negeri ini. Sebuah negeri yang kaya sejak dahulu kala. Memiliki tenaga manusia sebesar 250 juta yang tersebar di seluruh daerah. Semuanya memiliki semangat juang yang begitu tinggi. Mungkin lebih dari para pahlawan di uang-uang kertas bernamakan Rupiah. Sampai-sampai beberapa lupa bahwa mereka harusnya sudah waktunya untuk duduk manis di kursi goyang. Meminum segelas kopi hangat ditemani oleh kicauan burung hias dan sajian berita di pagi hari.

Deretan manusia ambisius itu adalah nama-nama besar yang sudah pantas masuk buku sejarah. Hebat ya. Bisa menjadi bagian dari buku yang harus dipelajari oleh seluruh manusia. Isinya memang hanya catatan. Namun baik untuk menjadi pedoman di masa depan. Supaya tak ada lagi yang mengulangi kesalahan yang sama bak seekor keledai dalam pepatah. Karena berjuta-juta orang ini adalah tonggak utama meraih kekuasaan.
Sayangnya sebagian sedang mengalami penyakit parah yang bernama trauma. Jadi mereka lebih memilih untuk beristirahat sejenak. Dengan sesekali berobat ke dokter bernama harapan bangsa. Namun banyak yang gagal. Karena sebagian diberi resep untuk membaca sebuah buku dengan isi terpotong-potong bernama sejarah. Sebagian dipaksa untuk menelan utuh obat tradisional berupa janji-janji manis penguasa dengan sedikit percikan gelimang Rupiah. Bahkan ada yang bertambah parah sehingga disebut apatis. Menyedihkan.
Yang berhasil hanyalah orang-orang yang mau mengkonsumsi sesuatu bernama kepercayaan dan informasi. Dimana keduanya dikombinasikan untuk menghilangkan penyakit parah ini. Menjadikan manusia jauh lebih baik dibanding sebelum terjangkit. Karena sesungguhnya bangsa ini hanya haus akan sesuatu yang baru dan lebih bisa dipercaya.

Wednesday, March 19, 2014

Pantaskah Pelle ke Brazil?

Sumber gambar: (static.weltsport.net)

Bukan Pele si legenda sepakbola asal Brazil yang dimaksud judul di atas. Melainkan Graziano Pelle yang bermain untuk Feyenoord. Setelah di tulisan sebelumnya sedikit membahas Eredivise, saya sedikit tertarik dengan nama ini. Seseorang yang memiliki paspor Italia bertengger di jejeran top scorer. Hal yang langka. Karena biasanya di liga Belanda lebih banyak pendatang dari Amerika Latin dan negara Eropa lainnya. Dan sejauh ini Pelle telah melesakkan 20 gol melebihi striker-striker Italia lain di Serie-A. Apa pantas Pelle mendapatkan tempat ke Brazil?

Awal karir Pelle sangat biasa. Hanya memperkuat tim-tim menengah ke bawah mulai dari Lecce, Catania, Crotone, Cesen, Parma, dan Sampdoria. Walau pernah memperkuat AZ Alkmaar selama tiga tahun tapi penampilannya kurang impresif. Tapi seperti kata pepatah, jodoh memang tak akan kemana-mana. Pelle menemukan titik terang di Feyenoord ketika menjadi orang Italia yang menjadi top scorer klub di luar negeri. Selain Luca Toni dan Christian Vieri tentunya.

Hingga saat ini dia belum pernah memperkuat Italia di level senior. Pernahnya membela di U-21 dan tim Olimpiade 2008. Jika melihat performanya bisa dibilang ini momen yang tepat untuk Pelle masuk ke tim nasional. Tapi tak semudah itu. Karena Pelle masih punya banyak kekurangan. Utamanya adalah para pesaing di Serie-A. Selain itu Pelle minim pengalaman dalam partai-partai Eropa.

Pelle adalah tipe striker-striker murni dengan tinggi 193 cm. Permainannya tak jauh beda dengan Luca Toni. Pandai menggunakan fisik besarnya untuk bola-bola udara. Dia juga bisa mencetak gol dari luar kotak penalti. Saya rasa tipe permainannya bisa cocok apabila Prandelli mau memanfaatkan permainan dari kedua sayap. Mengingat Italia punya pemain seperti Alessio Cerci atau Mario Balotelli (jika mau dipaksa) bisa bermain di kedua sisi. Apalagi ada alternatif Antonio Cassano dan Domenico Berardi.

Beda jika Prandelli memainkan dua striker sekaligus. Graziano Pelle bisa saja masuk hitungan. Tapi mengingat dia lebih sering bermain sebagai nomer 9 dengan 4-3-3 Feyenoord pasti membutuhkan sedikit penyesuaian. Bisa memang dengan catatan partnernya adalah pemain dengan tipe yang berbeda dan berperan lebih mendalam. Seperti Antonio Cassano dan Alessio Cerci. Sudah pasti Luca Toni, Alberto Gilardino, dan tentu saja Mario Balotelli bukan partner yang tepat menurut saya. Bisa juga Giuseppe Rossi atau Ciro Immobile yang lebih biasa dengan dua striker.

Sekarang pilihan ada pada Prandelli. Seorang Graziano Pelle patut masuk hitungan untuk mengisi nomer 9 Italia. Jika Luca Toni terlalu tua dan Gilardino yang sering offside maka Pelle adalah pilihan yang tepat. Lagipula dia berada dalam keemasannya sebagai pemain sepakbola. Minim pengalaman memang. Sama kok dengan Immobile dan Berardi. Tapi jika dibawa ke Brazil? Biarlah seorang Prandelli yang membuktikan.

Tuesday, March 18, 2014

Kejayaan Semu Belanda

Sumber gambar: (www.flagspot.net)

Kali ini bukan penampilan brilian Jonathan atas Verona. Bukan juga pesta penalti di Old Trafford yang akan dibahas. Jauh dari dua hal bertolak belakang itu masih ada menarik. Kalian tahu tentang Belanda? Negara yang punya sejarah panjang di kehidupan negeri tercinta ini sedang mengalami masa transisi di dunia sepakbola. Lupakan sejenak nama-nama besar dan kemegahan Total Football. Kejayaan semu itu mulai terasa di persepakbolaan Belanda.

Banyak sekali orang yang menyukai bahkan mengidolakan tim nasional Belanda. Setiap ajang sepakbola bergengsi sudah hal pasti jika negeri ini menjadi kandidat kuat juara. Dengan bekal pemain-pemain kelas atas, para fansnya pun akan ikut percaya diri. Padahal jika melihat faktanya Belanda baru sekali memenangkan kejuaraan yaitu Piala Eropa 1988. Bahkan lebih "kecil" ketimbang Inggris yang sudah pernah menjuarai dunia. Tak ada bedanya dengan negara-negara seperti Denmark dan Yunani kalau seperti itu. Tapi Belanda selalu ditempatkan di atas mereka. Kenapa?

Bisa saja orang dengan sembarang menjawab karena faktor pemain atau pelatih. Coba lihat Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012 lalu. Skuad mereka tidak terlalu jauh bahkan pelatihnya pun masih sama Bert van Marwijk. Tapi prestasinya terlalu timpang dan jauh untuk dibandingkan. Ya bayangkan di dalam tim anda berisikan pemain sekelas Arjen Robben, Wesley Sneijder, Robin van Persie, Klaas-Jan Huntelaar. Membayangkannya saja sudah membuat para kiper merinding mungkin. Tapi nyatanya mereka gagal untuk setidaknya menunjukkan kembali performa yang sama di dua tahun sebelumnya.

Beruntung di grup penyisihan tak ada tim yang benar-benar sepadan untuk mereka. Karena sejak 2010 atau tepatnya melawan Uruguay di semifinal Piala Dunia, Belanda belum pernah menang dari tim-tim besar kecuali Inggris. Total sembilan pertandingan hanya sekali menang. Empat pertandingan kalah dan seri. Seri melawan Brazil, Jerman, Portugal, dan Italia. Dan kalah melawan Portugal, Prancis, dua kali oleh Jerman. Sudah jelas kan ada penurunan di tubuh Belanda. Jangan heran jika di turnamen besar nanti mereka akan gagal lagi.

Kurang lengkap jika hanya berbicara tim nasional tanpa membahas Eredivisie-nya. Divisi teratas sepakbola Belanda ini tak ubahnya menjadi liga medioker Eropa. Tim-timnya pun sudah jauh bergeser kekuatannya. Tak ada lagi ancaman berarti dari Ajax, PSV, atau Feyenoord di Eropa. Menurunnya prestasi tim-tim Belanda memang mempengaruhi Eredivisie sendiri. Bahkan sekarang mereka kalah dari Liga Portugal, Prancis, dan Rusia. Identitas sebagai liga yang menghasilkan bakat-bakat muda baru pun telah hilang. Tim-tim kaya lebih suka membeli pemain dari liga Prancis atau Portugal.

Lihat saja pemain-pemain yang pernah menjadi top scorer Eredivisie selalu menjadi incaran klub-klub besar liga lain. Di antaranya telah menjadi legenda seperti Ronaldo, Dennis Bergkamp, Jari Litmanen, dan Ruud van Nistelrooy. Berbeda jika melihat beberapa tahun ke belakang. Hanya Luis Suarez, Dirk Kuyt, dan Klaas Jan Huntelaar yang punya reputasi bagus setelah pindah dari Belanda. Nama-nama seperti Afonso Alves, El Hamdaoui, dan Bjorn Vleminckx seperti pemain yang biasa-biasa saja. Sama saja seperti Bas Dost dan Wilfried Bony yang menghuni tim papan tengah seperti sekarang.

Bahkan saya melihat produksi pemain-pemain muda pun semakin kalah oleh tetangganya Belgia. Yang perlahan menelurkan bakat-bakat yang mengguncang dunia. Yah jika Belanda ingin memenangkan sesuatu harusnya dimulai dari dalam negeri sendiri. Harus ada identitas kuat dalam Eredivisie. Apakah ingin menjadi liga yang mengandalkan pemain-pemain berbakat seperti dulu. Atau menarik investor-investor kaya seperti Liga Prancis untuk menarik minat para pemain muda. Karena tak mungkin terus menerus menjadi liga medioker seperti sekarang. Mengingat kejayaan yang dulu pernah datang. Kejayaan semu yang selalu menyelimuti Belanda.

Sunday, March 16, 2014

Kiper Muda

Sumber: (www.dreamstime.com)

Sepakbola memang bukanlah olahraga individu. Ya jelas saja dengan 11 orang hadir di sebuah tim pasti memerlukan koordinasi yang baik. Namun sering kali mata kita disejukkan dengan skill-skill individu para pemain. Seperti indahnya liukan Lionel Messi di lapangan, kemampuan kompleks dari Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale, bagaimana menakjubkannya umpan-umpan manis Andrea Pirlo dan Steven Gerrard, atau tekel-tekel keras dari seluruh bek. Begitu enak dilihat. Tapi ada satu pemain yang selalu bermain menonjolkan individu. Bahkan di lapangan pun dia memakai kostum dengan warna yang berbeda. Ya ia adalah seorang kiper.

Kiper adalah satu-satunya pemain yang dibolehkan untuk menyentuh bola dengan semua bagian tubuh termasuk tangan. Fungsinya pun sudah jelas untuk menjaga gawang dari serangan lawan. Untuk itu kemampuan individu seorang kiper sangatlah penting. Katakan saja aspek seperti refleks, lompatan, dan kekuatan handling.

Rata-rata kiper akan dinilai matang apabila sudah melewati usia 30 tahun. Bahkan jika dilihat lagi pemain spesial ini biasanya memiliki karir yang paling panjang. Ya lihat saja seorang Dino Zoff atau kiper-kiper top lain yang mampu bermain prima di usia senja. Tapi tak jarang di era modern ini muncul beberapa nama-nama muda di tim utama klub-klub Eropa. Berikut adalah kiper-kiper muda yang memiliki performa menawan musim ini.
Mattia Perin
Sumber: (www.zimbio.com)

Pemuda 21 tahun ini diyakini cepat atau lambat akan menggantikan rezim Gianluigi Buffon di timnas Italia. Masih sangat belia untuk ukuran seorang kiper. Karena biasanya usia emas seorang kiper memang hadir di angka 30. Tapi saat ini dia berhasil merebut posisi utama di depan gawang Genoa. Hasilnya Perin adalah salah satu kiper terkonsisten di Serie-A. Walaupun jumlah kebobolannya cukup banyak. Namun jika bukan dia yang menjaga Genoa, bisa saja klub ini sudah terdampar di zona degradasi.

Wojciech Szczesny
Sumber: (www.zimbio.com)

Pria muda asal Polandia ini bisa dibilang sangat beruntung. Bermain sebagai kiper utama di klub sebesar Arsenal sejak usia 20 tahun. Beruntung karena kesempatan itu muncul ketika dua kiper reguler Wenger, Lukasz Fabianski dan Manuel Almunia cedera. Szczesny pun tampil ke panggung utama Premier League. Sejak itu dia menjadi pilihan utama sang Profesor.

Di musim ini dia memegang peranan penting dalam meningkatnya permainan Arsenal. Ya sejak bertahun-tahun lamanya tim ini dicap dengan pertahanan yang buruk. Bersama Per Mertesacker dan Laurent Koscielny telah tercipta 11 clean sheet di Premier League. Akuilah dia adalah kiper muda terbaik di Premier League saat ini.

Thibaut Courtois
Sumber: (www.just-football.com)

Dilabeli sebagai salah satu kiper terbaik dunia saat ini. Meskipun usianya baru akan beranjak 22 tahun di bulan Mei nanti. Karirnya cukup fantastis untuk seorang kiper. Debut profesionalnya dijalani saat 16 tahun di Genk. Setelah itu dia menjadi kunci utama tim asal Belgia ini saat menjuarai Liga di tahun 2011. Langsung menerima penghargaan sebagai kiper terbaik. Tak heran jika Chelsea ngebet untuk meminangnya.

Tapi kepindahannya ke Atletico dengan status pinjaman yang menjadikannya kiper top Eropa. Ya bahkan dia pernah mengalahkan Chelsea saat kemenangan 4-1 di ajang Piala Super Eropa. Musim ini dibilang adalah penampilan terbaiknya. Di bawah asuhan Diego Simeone selalu menjadi pilihan utama. 19 kali clean sheet di seluruh pertandingan yang dilakoni. Selain itu dia menjadikan Atletico adalah tim yang paling sedikit kebobolan di Liga BBVA musim ini. Luar biasa.

Marc-Andre ter Stegen
Sumber: (www.atomicsoda.com)

Jika berbicara pemain muda bertalenta, Bundesliga adalah gudangnya. Termasuk juga kiper-kiper berbakat yang ada. Salah satunya adalah Marc-Andre ter Stegen. Nama yang sempat diisukan menjadi pengganti Victor Valdes di Barcelona. Menandakan pemuda 21 tahun ini memang memiliki bakat yang patut diperhitungkan.

Penampilannya di musim ini menurut saya sangat baik. Dia berhasil membawa Gladbach ke posisi 7 klasemen sementara. Walaupun jarang membuat clean sheet tetapi tak jarang dia melakukan penyelamatan-penyelamatan istimewa. Bahkan selama bermain di Bundesliga musim ini dia hanya pernah sekali kebobolan hingga 3 gol. Catatan yang mengesankan mengingat lini belakang Gladbach tidak seistimewa klub-klub papan atas Bundesliga lain. Dengan usianya yang masih belia bukan tak mungkin bertahun-tahun ke depan dia akan bertarung dengan Mattia Perin di ajang internasional bersama Jerman. 

Yah, menjadi kiper adalah hal yang sulit. Mau tidak mau harus memiliki skill individu yang kompeten. Pengalaman pun menjadi sangat dibutuhkan ketika menghadapi laga-laga besar. Mungkin itulah mengapa kiper baru bisa disebut dalam masa terbaiknya di usia senja. Karena mereka sudah memakan asam garam pahitnya menjadi seorang kiper. Di mana dalam setiap gol yang tercipta pasti ada saja yang mengkambing hitamkan seorang penjaga gawang. Padahal ini bukan komik di mana setiap sudut gawang bisa diraih dengan sekali lompatan.

Tuesday, March 11, 2014

Meraih Tak Sesulit Mempertahankan


Mempertahankan akan lebih sulit daripada meraih sesuatu. Tak ada jaminan untuk kita selalu berada di tren positif. Dibutuhkan konsentrasi dan konsistensi lebih agar kita tetap terjaga. Lengah adalah hal yang tabu. Sedikit saja hal itu muncul maka kita akan terjatuh dari zona nyaman. Dipaksa untuk mencari ide-ide lain untuk meraih kembali itu semua. Ya setidaknya itulah yang dirasakan oleh Walter Mazzarri bersama Inter saat ini.

Angin segar sedang berhembus di sisi anak-anak Giuseppe Meazza. Semenjak kalah di derby d'Italia Inter belum mengalami kekalahan di lima pertandingan terakhir. Di antaranya adalah kemenangan atas Fiorentina dan berhasil menahan imbang Roma. Kedua tim yang sedang berada dalam kondisi terbaiknya. Hasilnya Inter semakin mendekati posisi 4 dengan selisih satu poin saja.

Lalu apa yang membuat skuad Mazzarri bangkit dari keterpurukan? Berikut adalah hal-hal penting yang mempengaruhi tren positif Inter.

Formasi yang Tepat

Di lima pertandingan terakhir ini Mazzarri menggunakan formasi 3-5-2. Meninggalkan formula lama 3-5-1-1 yang dipakai di 19 pertandingan. Perubahan hanya bersifat minor dengan menambahkan satu striker untuk menemani Rodrigo Palacio di depan. Sebenarnya ini sering diterapkan sebelumnya tetapi lebih banyak di babak kedua ketika mengalami kebuntuan.

Diego Milito lah yang memaksa Mazzarri menggunakan dua striker di depan. Kembalinya sang pangeran dari cedera menjadi oase untuk menambah kekuatan lini depan. Walaupun belum kembali ke performa terbaiknya. Tetap saja kharisma dan pengalaman di partai-partai besar sangat dibutuhkan Inter.

Tapi ada sedikit perbedaan dengan awal-awal musim dimana Palacio lebih bebas bermain sebagain second striker. Bisa saja diterapkan tetapi kenyataannya dia tetap tajam jika bermain sebagai striker tunggal. Maka dari itu Palacio lebih didorong ke depan untuk menekan lini belakang lawan. Sekarang tinggal menunggu saja performa konsisten Mauro Icardi dan Ruben Botta untuk menyempurnakan formasi ini.

Lini Belakang Semakin Solid

Belum kalah jelas menandakan peningkatan permainan di lini belakang. Buktinya hanya dua kali kebobolan dari lima pertandingan. Kembalinya Walter Samuel memiliki pengaruh paling besar. Salah satunya dengan gol kemenangan di pertandingan melawan Sassuolo. Tak hanya itu, dari semua pertandingan Inter bersama Samuel hanya menelan satu kekalahan.

Lagipula sejak awal musim Mazzarri membuktikan jika dirinya tak main-main dalam formasi 3 bek. Rekrutan Rolando dan Hugo Campagnaro bukti sahihnya. Mereka berdua sudah pernah bermain di bawah asuhannnya dengan Napoli. Jadi setidaknya mereka menghilangkan masalah tentang adaptasi yang biasa melanda pemain-pemain baru. Hingga kini keduanya menjadi pilihan reguler dan sesekali bergantian dengan Samuel, Juan Jesus, dan Ranocchia. Apabila ada cedera atau akumulasi kartu pun masih ada Marco Andreolli.

Hernanes

Merapatnya Hernanes ke Giuseppe Meazza memang pilihan yang tepat untuk skuad Inter. Di debut awalnya dia langsung memberi kesan positif dengan assist dan permainan yang sangat baik. Karena saat itu Inter bermain tanpa Cambiasso yang menjadi poros tim. Hernanes pun memerankannya dengan sempurna. Ditambah dengan fakta bahwa kedua kakinya memiliki kekuatan yang sama. Hal yang tak dimiliki seorang Cambiasso.

Hernanes pun berhasil membawa sedikit kenyamanan pada Mazzarri dalam merotasi pemain. Sebelumnya Inter terlalu bergantung pada Cambiasso. Dari skuad Inter bisa dibilang penggantinya pun belum ada. Kemampuan bertahan dan menyerang untuk menjaga stabilitas tim tak ada dalam diri Kuzmanovic, Taider, apalagi Mudingayi. Gelandang lainnya pun lebih memiliki naluri menyerang. Tak salah lagi jika Hernanes akan menjadi poros tim di masa depan.

Dengan penampilannya saat ini Inter harusnya bisa bermain lebih baik. Mazzarri pun telah menemukan formula terbaiknya untuk Si Ular Besar. Sekarang tinggal melakukan hal yang lebih sulit. Mempertahankan itu semua. Good luck Walter.

Monday, March 10, 2014

Pembantaian di Akhir Perjuangan

Kekalahan bukan suatu hal yang mudah diterima begitu saja. Siapapun pasti pernah merasakannya entah dalam bentuk apa. Itulah yang saya rasakan tadi malam bersama tim futsal dalam acara olahraga Fakultas. Tidak hanya kalah tapi kami dibantai secara telak 1-7 dari junior-junior baru. Walaupun hanya melihat dari bangku cadangan karena memang saya berada dalam kondisi kurang baik. Tapi tetap saja sulit melihat pembantaian yang jelas terjadi di depan mata. Apalagi ini adalah akhir perjuangan karena tahun depan sudah tak bisa berpartisipasi.

Ada dua kesalahan besar yang tak pantas disajikan di partai sekelas turnamen ditunjukkan. Futsal memang sedikit berbeda dengan sepakbola. Semua pemain harus mampu bertahan dan menyerang sama baiknya. Yang pertama adalah para pemain utama yang berlaga lupa untuk bertahan. Terlalu berambisi untuk mencetak gol dan menang. Panik karena gol kedua lawan setelah kita menyamakan skor. Akibatnya sering kali hanya menyisakan satu pemain di depan kiper sementara tiga orang lawan telah memasuki area kami. Alhasil begitu mudahnya 7 gol digelontorkan.

Kesalahan berikutnya adalah hilangnya kekompakan sebagai suatu tim. Memang kami tim independen tanpa bantuan mentor atau pelatih hanya bertumpu pada keputusan kapten. Tapi setelah tiga tahun bermain bersama saya tak merasakan adanya perbedaan dengan pertama kali kenal. Ini terjadi ketika gol ketiga datang. Kapten kami tetap ngotot untuk menyerang dengan memasukkan pemain yang bernaluri serang tinggi. Alih-alih memeperkecil ketinggalan malah menambah skor lawan. Dia tidak berani ambil risiko untuk percaya pada pemain yang lebih bagus bertahan. Mungkin karena tak punya teknik individu mumpuni. Tapi kapten, bukankah kau akan lebih leluasa menyerang dengan adanya orang yang bisa dipercaya di belakang selain kiper? Bahkan kiper utama kami setuju dengan ini.

Ya kalah dan menang adalah hal yang biasa dalam sebuah pertandingan. Tapi di akhir perjuangan kita ini malah menderita pembantaian. Kecewa tentu saja. Bukan karena saya tak diperbolehkan bermain. Tapi kalian lihat kan pertandingan berikutnya junior-junior baru ini? Mereka melawan sebuah tim yang saya yakin jarang bermain bersama. Tak semuanya bukan pemain futsal asli sama dengan kita. Tapi mereka saling percaya dengan merotasi hampir semua pemainnya. Hasilnya? Walaupun kalah mereka sempat menekan hingga akhir dengan skor 5-6. Sama-sama kalah kok. Tapi kalah beserta pembantaian lebih sulit diterima. Lebih dari itu, yang paling sulit adalah hilangnya rasa kepercayaan dari rekan seperjuangan selama tiga tahun.

Thursday, March 6, 2014

Hati-hati Pengendara Motor Bodoh

Sudah enam tahun sejak saya dibolehkan membawa motor oleh orang tua. Ya motor memang menjadi salah satu kendaraan favorit orang Indonesia. Selain lebih hemat motor juga meningkatkan mobilitas penggunanya. Berbeda sekali jika berpergian dengan mobil. Terasa sekali pasti akan membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Hingga kini pun saya masih sangat suka memakai motor ketimbang mobil.

Selama bertahun-tahun itu saya sudah melihat berbagai macam pengendara. Mulai dari yang bersahabat sampai yang jahat. Saya berani bilang jahat karena banyak pengguna motor sering tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Ya kan? Ada yang suka kebut-kebutan, ada yang suka berhenti sembarangan, ada juga yang suka menghalangi jalan orang. Aneh ya kadang saya juga merasakan jika memakai motor tiba-tiba keegoisan saya meningkat. Entah karena itu sifat asli atau memang semuanya begitu. Tidak mau disalahkan dan merasa selalu benar.

Sebagai contoh pengalaman saya beberapa bulan lalu setelah pulang kuliah. Saat itu sudah sore hari menjelang waktu maghrib tiba. Saya berencana pulang ke kontrakan untuk menaruh barang-barang dan kembali ke kampus. Tapi saat saya ingin menyebrang tiba-tiba saya ditabrak oleh motor lain. Padahal ya saya sudah memasang lampu sein. Supir angkot pun sudah berhenti demi memberi saya jalan untuk lewat. Tiba-tiba ada motor melaju cukup kencang dari sebelah kiri angkot dan akhirnya bertabrakan. Saya pun hingga terjatuh dari motor karena menahan benturan yang cukup kencang.

Akhirnya si pengendara motor menghampiri dan kalian tahu apa yang dikatakannya? Dia bilang "Kalau bawa motor yang bener dong! Mau nyebrang pelan banget. Gak liat apa saya bawa anak sama istri?! Kalau sampai celaka gimana?". Gila ya. Sudah ditabrak dimarahi pula. Padahal sudah jelas dia yang menabrak dan melaju dengan kecepatan tinggi padahal lalu lintas sedang padat. Tak habis pikir apa yang ada di dalam otak manusia ini.

Di situ amarah saya bangkit. Saya langsung ajak si bapak tak berotak ini ke kantor polisi. "Yaudah pak, sekarang ke kantor polisi aja kita selesaikan". Karena saya sangat benci dan malas untuk mendebat orang sebodoh bapak ini. Tapi dia terus mengoceh dan menyalahkan saya. Akhirnya saya bilang "Yaudah sekarang terserah bapak mau bilang apa, saya maunya ke kantor polisi aja. Saya males marah-marah. Saya juga gak bisa berantem pak. Gimana? Kalau bapak gak mau juga ya saya panggil polisi aja ke sini".

Akhirnya si bapak itu hanya meminta maaf dan pergi begitu saja. Sejak kejadian itu saya lebih berhati-hati karena sadar masih banyak orang bodoh yang merasa dirinya selalu benar. Jangankan etika ketika berkendara, sopan santun seperti meminta maaf setelah berbuat salah pun harus dipaksa. Aneh.

Jadi saran saja untuk para pengendara motor. Tolong berhati-hati di jalan karena banyak orang bodoh yang membawa motor. Jika kalian dalam keadaan tidak salah sama sekali dan ditabrak orang bodoh segeralah bawa ke polisi atau ke psikiater. Dan jika kalian menabrak orang lain yang keadaannya tidak salah sama sekali silakan meminta maaf jika kalian tak mampu mengganti kerusakannya.

Bodoh.

Sunday, March 2, 2014

Perjalanan Seorang Pahlawan Terlupakan

Hidup ini adalah sebuah pilihan. Sesuatu yang terbilang mudah tapi menentukan masa depan yang akan dijalani. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi nanti. Terkadang kita menyesal, kadang kita merasa benar pada keputusan yang dibuat. Tak jarang juga jalan yang kita pilih membawa kita ke dalam keterpurukan. Dari seseorang yang dikagumi dengan prestasi mentereng di masa puncak karirnya menjadi orang yang terlupakan.

Begitu pun dengan perjalanan hidupku. Awalnya jalanan Jerez de la Fontera di kota Cadiz adalah di mana aku unjuk gigi bersama teman-teman. Hingga suatu saat di mana sepakbola menjadi tujuan hidupku bersama klub lokal Xerez. Hanya bertahan satu tahun pengabdianku bersama klub ini. Aku pindah ke klub divisi teratas negeri ini Real Mallorca. Tapi perjalananku tidak berjalan mulus-mulus saja. Aku hanya bermain di tim muda klub ini dan beberapa kali dipinjamkan ke klub lain hingga usiaku 23. Katanya untuk pengalamanku sebagai seorang profesional.

Lalu saatnya aku membuat sebuah keputusan yang besar. Aku memilih pindah ke sebuah klub di divisi dua yang bermarkas di Estadio de La Condomina. Di Murcia ini aku hanya bisa membawanya di posisi 17 dan 18 di akhir dua musim berturut-turut. Tapi di sinilah kutemukan sebuah momentum besar. Aku menunjukkan bahwa kemampuan mencetak gol yang mumpuni dengan dua kali duduk di jajaran top scorer bersama 25 dan 21 golku. Fantastis kan untuk klub papan bawah ini?

Akhirnya momentum ini berlanjut di 2005 berkat seorang pria asal Jerman, Bernd Schuster. Dia adalah orang yang paling berjasa sepanjang hidupku. Membawaku ke dalam kasta tertinggi sepakbola negeri ini bersama Getafe. Untuk itu aku persembahkan 20 gol dan posisi sembilan berturut-turut untuk menghormati jasa besarnya. Orang-orang pun mulai melirik kemampuanku sebagai striker yang berbahaya. Bahkan pemimpin klub ini pernah berkata bahwa diriku adalah finisher terbaik setelah Ronaldo da Lima. Sanjungan yang besar dari sang bos besar.

Dua musim sudah kuhabiskan bersama Bernd Schuster dan Getafe. Aku pulang ke Mallorca dengan mahar lima juta Euro. Rasa haus golku tidak surut bersama dengan kepindahanku. Di bawah asuhan Gregorio Manzaro aku berhasil menjadi manusia yang paling banyak mencetak gol di La Liga 2007/2008. Aku adalah pencetak sejarah bagi klub. Sebagai pemain pertama yang meraih gelar El Pichichi. Bahkan striker sehebat Samuel Eto'o pun tak mampu meraihnya bersama Mallorca. Tentu saja aku sangat bangga belum lagi jika mengingat aku tak sekalipun mengambil bola penalti. Aku berhasil mendobrak hati Vicente del Bosque untuk memanggilku tampil di tim nasional dan dibawa ke dalam bagian masa awal kedigdayaan negeri ini di Piala Eropa 2008. Ini adalah puncak karirku sebagai seorang atlet.
 
Dari semua kejayaan yang aku nikmati saat itu masih ada tujuan yang membuatku penasaran. Aku ingin merasakan juara dan tampil di Eropa bersama klub. Aku tahu jika di Mallorca karirku belum tentu bisa meraih gelar karena ada dua raksasa di negara ini. Beruntung ada tawaran menarik dari negeri seberang, Turki. Klub menerima tawaran sebesar 14 juta Euro untuk jasa mencetak golku kepada Fenerbahce. Satu lagi keputusan besar yang aku ambil di dalam perjalananku.

Akhirnya aku berhasil mengetahui rasanya mengangkat trofi bersama klub. Kami meraih gelar Turkish Super Cup 2009 dari Besiktas klub yang tak pernah turun divisi dan menjuarai Liga serta Turkish Cup secara bersamaan. Di musim keduaku akhirnya ada impian yang tercapai yaitu menjuarai Liga. Tapi ada sedikit kekecewaan yang terasa sebagai seorang striker. Jumlah golku pun menurun jika dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Aku hanya mencetak 11 gol di Liga dan 18 di seluruh kompetisi. Firasat buruk telah bolak-balik terlintas di kepalaku. Akibatnya benar saja aku semakin jauh dari tim nasional yang lebih memilih striker-striker muda dan lebih tajam dariku. Aku mulai tergeser bersama munculnya ketajaman pada diri Fernando Llorente, Alvaro Negredo, dan Roberto Soldado. Karirku terus menurun hingga aku tak betah dan ingin pulang kampung.

Aku pulang ke Spanyol dan kembali ke salah satu klub yang membesarkan namaku Getafe. Tapi benar saja firasat burukku. Dan ini yang paling mengerikan dalam karirku sebagai pesepakbola. Aku kehilangan kemampuan yang membuatku berada dalam gemerlap dunia sepakbola. Ya benar, sentuhan emasku sebagai pencetak gol telah hilang. Tinggal sisa nama besar tanpa kemampuan mumpuni yang dulu aku bangga-banggakan.

Orang-orang mulai melupakan kehadiranku di Spanyol. Hingga hanya segelintir orang saja yang sadar bahwa aku berada di Malaysia. Bukan untuk berlibur tapi bekerja sebagai atlet sepakbola. Aku dipinjamkan ke klub Darul Takzim klub yang memanfaatkan nama besarku. Dan sekarang orang sudah benar-benar lupa padaku. Apa ada yang sadar aku terdampar di Paraguay dengan Cerro Porteno?

Hah. Begitu banyak rintangan yang telah saya hadapi untuk mencapai puncak. Tapi alangkah mudahnya untuk menjatuhkannya begitu saja hanya dengan satu keputusan yang paling krusial yang pernah saya ambil. Mungkin kepergianku ke Turki berhasil membawaku ke puncak tertinggi sekaligus menjatuhkanku ke lubang terdalam. Dunia ini memang sangat kejam. Belum sempat aku menikmati semua itu aku harus berjuang kembali meraih kemampuan terbesarku, mencetak gol. Tapi tak banyak yang bisa kuperbuat. Aku sudah menjadi veteran yang terlupakan.

Oh iya maaf aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Daniel Gonzalez Guiza. Tapi orang-orang lebih mengenal Dani Guiza. Tak tahu ya?

Postingan Populer