Saturday, November 14, 2015

Hilang Tujuan Menulis


Sumber Gambar: wikimedia.org


Menulis itu bagaikan sebuah terapi bagi saya pribadi. Ada rasa lega di hati setelah menyelesaikan sebuah tulisan. Baik itu yang menyangkut pribadi atau hal-hal yang disukai. Namun, beberapa bulan terakhir ini rasa itu seakan terkikis sedikit demi sedikit. Saya merasa kehilangan gairah untuk menulis.

Bisa dibilang blog ini hampir tak pernah disentuh. Kalaupun ada kesempatan paling hanya memeriksa beranda dan melihat sekilas saja. Keinginan untuk membuat postingan baru semakin berkurang dari hari ke hari. Bahkan lebih parah, sekedar membuat draft atau catatan kecil saja tidak.

Meski blog ini miskin tulisan, saya tetap menulis sebenarnya. Hanya saja itu untuk blog lain yang dibentuk bersama teman-teman. Namun balik lagi, yang terasa begitu berbeda ketika menulis di blog.

Pemikiran ini sudah mengusik sejak lama. Seakan-akan ada yang selalu berbisik dan bertanya mengapa hal ini terjadi. Akhirnya tanpa kesengajaan, saya mulai menyadari sedikit demi sedikit penyebabnya.

Awalnya saya mengira jika rasa ini terhalang oleh kegiatan sehari-hari yang masih berkutat dengan perkuliahan dan skripsi. Namun ketika mengingat kembali ternyata tidak juga. Toh sejak masih kuliah dengan jadwal yang padat pun, saya tetap bisa menulis dengan senang hati.

Apakah ini akibat terlalu fokus pada blog yang dibuat bersama itu? Bisa jadi. Karena ketika membandingkan tulisan saya di sini dan di blog lainnya, ada perbedaan jelas. Seperti melihat karya dari dua orang yang berbeda, jelas sekali.

Perubahan Tujuan Menulis

Tujuan awal saya membuat blog ini adalah sekedar melampiaskan apa yang ada di otak saya saja. Hanya untuk bersenang ria kasarnya. Akhirnya banyak tulisan yang dihasilkan pun dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Namun lama kelamaan tujuan ini bergeser ke arah yang lain. Saya mulai ikut-ikutan menulis tentang sepakbola dan film seperti jurnalis-jurnalis situs portal berita yang sudah terkenal. Tak ada salahnya memang, lagipula film dan sepakbola memang saya sukai kok.

Yang tak disadari adalah saya seolah ingin terlihat keren dan berbeda. Ya, menulis layaknya jurnalis bukan penulis blog pribadi. Akibatnya jauh dari kata jujur dan sederhana, seperti yang selalu saya coba terapkan dalam setiap tulisan.

Belum lagi dengan keinginan akan peningkatan pengunjung blog. Ya wajar sih ya, sebagai pemilik blog pastilah kita ingin pembaca terus bertambah. Jadi terkadang saya malah terlalu asik mempelajari bagaimana meraih jumlah pengunjung dibanding menulis.

Akibat dari semua pergeseran tujuan menulis saya di atas bisa dilihat dari tulisan-tulisan saya. Tak konsisten dan tak ada ciri khas. Kadang tulisan saya bagus dan enak dibaca, di lain waktu ya hanya biasa saja. Saya akui itu.

Terulang Setiap Hari
  
Pada awal saya mulai ikut bergabung dalam blog yang dibangun teman, ya tujuannya hanya untuk bersenang-senang saja. Oh ya, blog yang dimaksud membahas tentang film. Tadinya bagi saya, film dan menulis tak pernah bersatu. Saya hanyalah orang yang hobi menonton film dan kadang menulis. Hanya itu.

Namun sejak bergabung, saya jadi mulai menulis tentang film. Membuat review dan tulisan-tulisan yang lebih mendalam. Menyenangkan memang, hingga akhirnya blog ini berubah ke arah yang lebih ambisius.

Kita berusaha untuk menjadi yang terdepan. Bagus memang, sayangnya kesalahan yang telah saya lakukan malah terulang di blog itu, setiap hari. Dari blog yang memberi beragam opini perlahan menjadi pemberi berita. Ya, tak punya ciri khas tertentu. Membuat saya mempertanyakan kembali apa tujuan saya bergabung.

Saya juga bersalah karena tak berusaha melepaskan diri dari lubang yang sama. Bisa dibilang ini terulang setiap hari, membuat saya menjadi bosan menulis.

***
Tulisan ini saya buat sebagai rasa penyesalan terhadap kesalahan yang saya buat. Dan juga sebagai pengingat agar selalu ingat tujuan kita menulis. Meski tulisan yang dibuat tak banyak, setidaknya saya harus bisa kembali sederhana dan lebih jujur.

Friday, October 30, 2015

Preview Inter vs Roma




Serie A Italia siap memasuki laga ke-11 akhir minggu ini. Selain ada derby Turin antara Juventus dan Torino, juga ada pertandingan besar antara Roma dan Inter. Keduanya sedang berada di papan atas dengan Roma sebagai pemuncak klasemen. Sedangkan Inter berada di posisi ke-4 walau hanya berbeda dua angka saja.

Melihat performa anak-anak Rudi Garcia selama beberapa pertandingan terakhir, wajar saja jika Roma memang diunggulkan. Dari lima pertemuan terakhir pun, Roma lebih unggul dengan tiga kemenangan, satu imbang, dan satu kalah. Pekerjaan besar menanti Roberto Mancini untuk minimal membawa satu poin tambahan.

Inter Masih Mandul

Meski menempati posisi empat klasemen dengan 21 poin, tapi jumlah gol yang dicetak termasuk minim. Dari 10 pertandingan liga, Inter baru mencetak 10 gol. Bahkan hanya Bologna, Frosinone, dan Verona yang mencetak gol di bawah si biru-hitam.

Salah satu penyebabnya adalah Inter terlalu bergantung pada barisan penyerang untuk mencetak gol. Jika menghitung hasil melawan Bologna lalu, tercatat hanya ada lima pemain yang berhasil menyarangkan bola di gawang lawan. Dengan Icardi dan Jovetic masing-masing mengemas 3 gol, artinya 60% sumber gol Inter hanya dari kedua penyerang ini. Parahnya lagi, Inter hanya sekali mencetak dua gol dalam satu pertandingan yakni saat menundukkan Carpi.

Jika dibandingkan dengan Roma, jelas daya serang Roma jauh lebih berbahaya. Total ada 12 pemain yang telah mencatat namanya di papan skor saat bermain di liga. Roma pun menjadi tim tersubur dengan 25 gol. 15 diantaranya disumbang oleh Gervinho, Miralem Pjanic, dan Mohamed Salah. Masing-masing mencetak lima gol, dan ketiganya bukanlah penyerang murni laiknya Icardi di kubu Inter.

Inilah yang harus dibenahi Mancini di pertandingan melawan Roma. Minimnya daya serang dari lini kedua harus segera diubah. Terutama jika melawan tim sekelas Roma, sudah tentu Icardi akan disulitkan dengan barisan pertahanan Roma. Apabila Inter tak memiliki alternatif serangan dari lini kedua, maka jangan harap dengan mudah mencetak gol.

Pertahanan Roma yang Masih Keropos

Kebalikan dari Inter, Roma adalah termasuk tim yang rentan dalam bertahan. Gaya bermain Roma yang agresif dalam menyerang memang membuat mereka menjadi tim tersubur. Namun sejak pekan pertama Serie A berlangsung, Roma baru sekali mencatat clean sheet ketika melawan Frosinone.

Di kompetisi Eropa juga mereka kesulitan menjaga gawangnya. Terlihat saat melawan Bayer Leverkusen lalu yang berakhir dengan skor 4-4. Rudi Garcia tentunya tak ingin kejadian serupa terulang kembali. Salah satu caranya adalah dengan tetap berusaha menekan Inter dan menguasai bola. Barisan pertahanan Roma pun harus waspada dengan kemampuan serangan bola mati Inter yang cukup menyulitkan.

Fisik vs Teknik

Inter dan Roma adalah dua tim dengan gaya bermain yang jauh berbeda. Roma bermain menyerang dengan mengandalkan penguasaan bola dan skill individu. Sedangkan Inter lebih kepada mengandalkan fisik dengan menguasai lapangan tengah dan merebut bola dari daerah lawan.

Anak asuh Rudi Garcia telah nyaman dengan formasi 4-3-3 nya selama beberapa tahun. Tumpuan serangan mereka ada pada kedua pemain sayap. Dengan masuknya Mohammed Salah, Roma telah memiliki dua penyerang sayap yang mumpuni, satu lagi adalah Gervinho.

Belum lagi di sektor penyerang sayap ada nama Iago Falque, pemain asal Spanyol yang diboyong dari Genoa. Saat ini dia telah mencetak satu gol dan dua assist. Selain itu juga masih ada Juan Iturbe yang akhir-akhir ini mulai tergerus kesempatan bermainnya. Kemampuan individual Iturbe akan berguna melawan Inter yang lemah dalam mengatasi skill individu lawan.

Inter sejauh ini telah memainkan beberapa formasi. Mulai dari 4-3-1-2, 4-3-3, hingga 4-4-2. Untuk melawan dominasi serangan Roma, Mancini sepertinya akan menumpuk pemain di lini tengah. Kemungkinan dengan 4-3-3 yang lebih condong kepada 4-3-2-1 dengan Icardi sebagai ujung tombak.

Pertarungan di lini tengah akan berjalan dengan seru. Mancini mau tak mau harus berani menurunkan Kondogbia dan Medel sejak menit awal. Selain sebagai gelandang petarung, mereka diharapkan bisa meredam Miralem Pjanic, pemain yang sedang bermain dalam performa terbaiknya.

Satu hal yang harus diperhatikan Mancini adalah kebiasaan Roma yang mengendurkan serangan setelah unggul lebih dulu. Seperti pada beberapa pertandingan, Roma menekan pada awal laga, segera setelah mencetak gol mereka merapatkan pertahanan dan mengandalkan serangan balik cepat.

Menurut saya, ini bagai pedang bermata dua. Jika salah menanganinya maka akan kena getahnya. Ya, di satu sisi kita tahu lini depan Inter dan pertahanan Roma belum sempurna. Dan sebaliknya, kekuatan Inter adalah dalam bertahan dan penguasaan bola, sedangkan Roma dalam mencetak gol.

Jika Roma unggul lebih dulu, maka tak ada jaminan mereka bisa mempertahankan keunggulannya dan mencari celah dengan mudah dalam serangan balik. Namun jika tidak, tentu Inter akan berusaha menguasai pertandingan, mengingat fisik pemain mereka lebih bagus. Tentu melelahkan jika terus menyerang tanpa mencetak gol.

Menurut saya, pertandingan ini akan berakhir dengan seri. Roma dan Inter masih mencari-cari bentuk permainan terbaiknya. Dengan gaya bermain yang berbeda, tentunya ini akan menjadi laga yang menarik untuk menghiasi hari Halloween.

Thursday, October 22, 2015

Kesejahteraan Hewan?

Sumber gambar: gannet-cdn.com

Beberapa waktu lalu, saya tak sengaja melihat sebuah postingan tentang kekejaman kepada kelinci angora di Cina, atau Tiongkok, apalah namanya itu. Sadis. Ya, jelas sadis. Mereka tanpa ragu mencabut bulu kelinci itu hidup-hidup dengan tangan kosong. Padahal di dunia ini ada teknologi yang namanya alat cukur. Tak tega saya melihat dan mendengar teriakan kesakitan dari kelinci dalam video itu.

Video itu memang disebarkan oleh PETA (People For the Ethical Treatments of Animals), suatu organisasi yang memperjuangkan perlakuan pada hewan. Ya kira-kira seperti itu. Sebenarnya, isu ini sudah muncul sejak 2013 lalu. Namun saya tak mengikuti perkembangannya hingga muncul lagi video kejam itu di timeline salah satu media sosial saya.

Mungkin sebagian orang tidak (atau belum) peduli dengan perlakuan terhadap hewan. Sebelumnya, ada yang pernah tahu, baca, atau mendengar tentang animal welfare? Untuk yang belum tahu silakan googling. Singkatnya animal welfare ini adalah ya perlakuan baik terhadap hewan.

Ada juga 5 prinsip kebebasan yang dibuat oleh John Webster, sering digunakan sebagai acuan dasar menilai animal welfare. Bebas terhadap lapar dan haus, artinya ada akses mudah untuk makan dan minum; bebas dari rasa tidak nyaman, kandang yang bersih dan layak; bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka; bebas dalam mengekspresikan sifat alamiahnya; bebas dari rasa takut dan stres.

Kelima poin di ataslah yang harusnya mulai diperhatikan oleh manusia, terutama yang memelihara atau beternak hewan. Perlakuan kelinci di Cina jelas melanggar animal welfare, bahkan tanpa kalian mengetahui dan repot-repot googling apa itu kesejahteraan hewan, rasanya memang terasa sekali ada yang tak pantas dilakukan di dalam video tersebut. Lalu apakah ada peraturan dan hukum yang berlaku? Tentu, bahkan di Indonesia pun juga ada. Silakan kembali googling kalau masih belum percaya. Ya, kenyataannya memang belum efektif, seperti biasa.

Di Indonesia memang belum sampai pada tahap kepedulian pada kesejahteraan hewan. Makanya kita masih sering melihat tindakan yang menyiksa para hewan itu. Salah satu contoh adalah topeng monyet. Topeng monyet itu ibarat sirkus keliling. Mencari uang dari hewan dengan rantai di leher, wow.

Kita memang tak tahu apa yang dilakukan si pemilik monyet untuk melatihnya agar patuh. Apa dengan cara disiksa, atau diajarkan dengan sabar yang akan memakan waktu lama. Tapi coba perhatikan, biasanya para topeng monyet ini sering keliling di perumahan. Nah, apa kalian melihat monyetnya? Tidak kan? Monyetnya berada di kandang yang mungkin hanya ideal untuk memelihara tikus. Silakan nilai sendiri apakah itu layak atau tidak.

Satu lagi, kadang mereka juga suka "mangkal" di lampu merah. Di bawah terik matahari yang begitu panas, si monyet dipaksa memakai topeng atau menaiki motor-motoran. Berjemur di siang bolong dengan rantai di leher. Apa dia diberi minum dan makan yang cukup selama "bekerja"? Coba pikir lagi, ketika kalian naik gunung atau jalan-jalan ke sebuah curug misalkan, dan bertemu kumpulan monyet, apa mereka sedang berjemur di siang bolong?

Itu baru topeng monyet. Ada satu lagi yang mungkin kalian akan bertentangan dengan pendapat saya. Yaitu, hewan kurban! Sebagai negara yang berisi mayoritas Islam, tentu kita merayakan Idul Adha. Pasti beberapa waktu sebelum Idul Adha kita lihat kan, banyak pedagang sapi, kambing, dan domba (yang belum tahu kambing dan domba berbeda, silakan kembali googling) mulai memenuhi trotoar atau lahan kosong. Di sini saya mulai timbul banyak pertanyaan.

Mereka selama beberapa waktu tinggal di pinggir jalan, ya pinggir jalan! Yang saya tahu, hewan-hewan itu rentan dengan stres, terutama stres pada panas dan stres yang didapat dari perjalanan. Konsekuensi dari stres itu beragam, mulai dari penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, perubahan perilaku, hingga kematian. Mungkin itu penyebab sering adanya berita sapi mengamuk.

Saya sih tak pernah yakin dengan pemberian pakan dan air minum pada hewan kurban di pinggir jalan, memenuhi kebutuhan apa tidak. Selain itu, di Idul Adha yang lalu saya melihat ada domba yang diikat pada suatu pagar bambu, tapi ikatannya terlalu pendek dari bambu itu, alhasil si domba ini tak bisa duduk sama sekali, brilian!

Ya memang selama tak melanggar syarat sebagai hewan kurban, rasanya tak masalah sih. Saya sih hanya kasihan saja melihat perlakuan pada hewan-hewan itu. Belum lagi saat penyembelihan. Ini satu lagi pengalaman saya di Idul Adha lalu. Kali ini saya melihat proses penyembelihan sapi. Tapi saya melihat ini seolah-olah hanya pembunuhan hewan saja, hanya ditambah dengan doa-doa.

Dimulai dari merubuhkan sapi, rasanya saya seperti sedang ada dalam kerusuhan dan melihat sekumpulan orang ingin menggulingkan sebuah bus kecil. Riuh ramai, sama seperti itu. Belum lagi saat itu si sapi disembelih tepat di pandangan sapi dan hewan-hewan lainnya. Jelas lah, para hewan kurban itu panik dan berteriak-teriak. Mohon maaf jika ada yang bilang, "hewan kurban itu akan merasa senang untuk dikurbankan". Kalau caranya seperti itu, hewan dibuat stres dengan membiarkan dia melihat hewan lain disembelih tepat dihadapannya, mungkin boleh dipertimbangkan lagi pernyataannya.

***

Alasan menulis tentang animal welfare ini adalah saya juga memelihara hewan, tepatnya kelinci selama setahun belakangan. Anggaplah tulisan ini sebagai pengingat saya terhadap kesejahteraan kelinci-kelinci saya. Apa saya memberi pakan dan minum dengan cukup? Bagaimana kebersihan dan kelayakan kandangnya? Apa mereka terluka, atau sakit? Apa mereka cukup leluasa untuk "bermain" di luar kandang? Apa mereka merasa terancam atau sering stres?

Lebih jauh lagi, apa hewan itu layak untuk dipelihara? Kenapa saya membatasi hidup mereka dengan memeliharanya?

Ibaratnya tulisan ini sebagai terapi untuk saya memberi perhatian lebih pada kelinci-kelinci saya. Semoga bermanfaat bagi saya dan yang membaca.

Maaf saya tak menyediakan atau memberi link videonya. Saya tak ingin orang-orang melihat hewan itu tersiksa. Tapi percayalah jika ada yang bilang hewan itu membahayakan, pikirkan lagi, bukankah manusia adalah makhluk paling berbahaya?

*Note:
Jika ada kesalahan, silakan dikoreksi. Jika ada pendapat lain, silakan beri tahu, saya tak keberatan untuk berdiskusi. Jika ada pengalaman lain, silakan ceritakan, saya siap mendengar atau membacanya. Jika ada kebencian, jangan luapkan pada hewan.

Thursday, September 3, 2015

Inter Tanpa Pembelian Panik

Sumber: goal.com
Sebagai salah satu klub yang begitu aktif di bursa transfer musim panas ini, Inter seakan belum merasa cukup dengan skuad yang ada. Bukan hal mengejutkan jika pada deadline day lalu akan ada pemain lagi yang bergabung. Benar saja, sehari sebelum hari terakhir jendela transfer musim panas, Ivan Perisic, pemain yang telah lama diincar resmi bergabung dari Wolfsburg. Namun, yang tidak diduga-duga adalah Inter berhasil mermapungkan transfer 3 pemain lainnya, Felipe Melo (Galatasaray), Adem Ljajic (Roma), dan Alex Telles (Galatasaray).

Wajar, jika di deadline day sering terjadi yang namanya pembelian panik. Biasanya terjadi karena klub gagal mendapatkan pemain incaran utamanya dan beralih pada nama lain. Atau hanya sekedar aji mumpung ada pemain yang bisa dibeli dengan harga lebih murah. Padahal situasinya, klub tersebut tak benar-benar membutuhkan si pemain. 

Untuk Inter, nampaknya label panic buying sah saja disematkan pada ketiga pemain tersebut. Tapi jika diperhatikan, ini bukanlah sebuah pembelian panik. Melihat dari komposisi pemain yang dimiliki Mancini, ketiga pemain tersebut sudah jelas untuk menambah kualitas kedalaman skuad serta memperkaya taktik yang diterapkan.

Sesuai Kebutuhan


Di dua pertandingan awal liga, Mancini berhasil membawa anak asuhnya memetik kemenangan beruntun dari Atalanta dan Carpi. Skema 4-3-1-2 yang sejak musim lalu dimainkan terlihat lebih padu walau belum meyakinkan. Beruntung Stefan Jovetic bisa memberikan penampilan impresif dengan memborong ketiga gol yang disarangkan Inter.

Jika Mancini mempertahankan skema dasarnya tersebut, kemungkinan Ivan Perisic dan Adem Ljajic akan ditempatkan di belakang dua striker. Hadirnya dua pemain bertipe menyerang ini memang menguntungkan, pasalnya Inter melepas dua trequartista andalannya, Kovacic (Real Madrid) dan Hernanes (Juventus).

Dua pemain lain yang direkrut dari Galatasaray, Felipe Melo dan Alex Telles juga akan cocok dengan gaya bermain Mancini. Melo, yang memang telah diincar sejak lama adalah tipe gelandang petarung yang dibutuhkan Inter. Pemain berusia 32 tahun ini baik dalam melakukan tekel dan intersep. Sehingga Mancini tak akan dipusingkan jika salah satu dari Medel atau Kondogbia absen.

Alex Telles yang berposisi sebagai fullback kiri memang sempat dipertanyakan. Karena dari materi pemain yang ada, sudah terlalu penuh untuk seorang pemain belakang. Lihat saja, ada Davide Santon, Yuto Nagatomo, Dodo yang memiliki posisi sama, selain itu masih ada D'Ambrosio dan Juan Jesus yang dipercaya mengemban tugas sebagai pengawal pertahanan di sisi kiri.

Namun, melihat Mancini lebih memercayakan Juan Jesus ketimbang fullback lain, mengindikasikan Inter memang butuh seorang pemain lagi di posisi ini. Salah satu penyebabnya, fakta bahwa Dodo dan Nagatomo lebih efektif jika ditempatkan di posisi yang lebih menyerang. Sedangkan Santon memang masih labil permainannya. Untuk itu, diperlukan seorang fullback kiri yang baik dalam bertahan juga bagus dalam membantu serangan seperti Alex Telles.

Kaya akan Alternatif Taktik

Sejak Mancini menggantikan Walter Mazzarri, dia mengembalikan pola bermain dengan 4 pemain belakang. Sejak musim lalu pun, Mancini memang memantapkan pakem 4-3-1-2 atau sesekali memainkan 3 penyerang sekaligus. Jika melihat dari komposisi pemain yang sekarang, mantan pelatih Galatasaray ini akan diuntungkan dengan memaksimalkan serangan dari sisi lapangan.

Bermain dengan 4-3-1-2 sebenarnya sudah melekat di Inter, bahkan pada saat meraih treble bersama Jose Mourinho dulu. Yang membuatnya istimewa adalah lini tengah  Cambiasso, Thiago Motta, Dejan Stankovic, dan Javier Zanetti, pemain yang serba bisa. Di depan ada Diego Milito dan Samuel Eto'o serta Goran Pandev yang bisa bermain di banyak posisi menyerang. Dan ada pemain bernama Wesley Sneijder yang kita sudah tahu seperti apa.

Tak adil rasanya apabila saya membandingkan Inter yang sekarang dengan 2010 lalu. Keberhasilan Mourinho adalah dia bisa leluasa menerapkan taktik karena materi pemain yang dimiliki mudah untuk disesuaikan kebutuhan. Seperti saat ini, Mancini bisa menerapkan beberapa pola tanpa harus meninggalkan pakem 4-3-1-2.

Pola 3-5-2 yang ditanamkan Mazzarri di Inter selama hampir 2 tahun memang berguna dan beberapa kali digunakan Mancini, terutama saat mempertahankan keunggulan. Dimainkannya Juan Jesus sebagai fullback kiri bisa berubah menjadi 3 pemain belakang dengan mendorong ke depan fullback kanan menjadi wide midfielder. Dengan menumpuknya pemain di tengah, Inter akan lebih mudah menguasai bola.

Sejak Januari lalu sebenarnya Mancini ingin membentuk Inter bermain lebih menyerang dengan mengandalkan sayap. Buktinya, Marcelo Brozovic, Xerdan Shaqiri, dan Lukas Podolski didatangkan untuk menopang daya serang Inter. Saat itu pun Mancini digadang-gadang akan menggunakan skema 4-3-3 atau 4-2-3-1. Sayangnya, saat itu tak berhasil sesuai harapan. Praktis hanya Brozovic yang bisa tampil baik dan dipertahankan untuk musim ini.

Dengan bergabungnya Jonathan Biabiany, Ivan Perisic, dan terakhir Adem Ljajic bisa menambah daya serang Inter menjadi lebih dinamis. Ketiga pemain ini adalah tipikal penyerang sayap yang mengandalkan kecepatan serta teknik untuk membangun serangan. Besar kemungkinan Mancini akan memainkan 4-3-3 atau 4-2-3-1 dalam beberapa pertandingan ke depan. Atau setidaknya akan diterapkan di tengah-tengah pertandingan.

Hal di atas didunkung dengan adanya Jovetic yang telah direkrut lebih dulu dan Rodrigo Palacio. Kedua pemain ini memang bisa ditempatkan di beberapa posisi dalam menyerang. Baik ditempatkan di sayap, di belakang striker, atau bertindak sebagai ujung tombak pun mereka punya kemampuan untuk itu semua.

Menyerang memanfaatkan dua sisi lapangan adalah kelemahan Inter di musim lalu. Gara-garanya selain Shaqiri dan Podolski gagal bersinar, kedua fullback utama di musim lalu, Juan Jesus dan D'Ambrosio bukanlah pengumpan silang yang baik. Karena alasan itulah, manajemen Inter mendatangkan Martin Montoya dan Alex Telles.

Sebenarnya Mancini masih memiliki Dodo, Nagatomo, dan Santon yang baik dalam membantu serangan. Namun mereka lemah dalam bertahan, terutama Dodo yang memiliki naluri menyerang terlalu tinggi dan Nagatomo yang sering dibekap cedera. Ada baiknya Mancini mencoba keduanya bermain jauh di depan jika bermain dengan 3 penyerang, menjadikan Dodo atau Nagatomo penyerang sayap. Saat bersama Mazzarri pun Nagatomo walau sebagai wingback, namun pergerakan dan penetrasi di depan gawang sangat berbahaya.

Tapi apapun pola yang diterapkan Mancini, tetap saja lini tengah memegang peranan penting. Dengan adanya Felipe Melo, lini tengah akan lebih kuat dalam soal bertahan. Dia bisa diduetkan dengan Kondogbia, Medel, atau bahkan dengan Gnoukouri ketika Inter ingin menumpuk pemain bertipe menyerang. Menjadikan mereka penopang dalam hal perebutan bola dan menjaga keseimbangan antara lini belakang dan lini serang. Felipe Melo memang tak muda lagi, tenaga dan staminanya berbeda saat dia berada masa puncaknya dulu. Pengalaman dan kepemimpinannya di lini tengah akan sangat berguna.

Untuk lini pertahanan, Jeison Murillo dan Joao Miranda sepertinya akan membuat Handanovic bermain lebih tenang. Walau secara keseluruhan Ranocchia dan Vidic bermain baik musim lalu, yang mengkhawatirkan adalah keduanya masih sering melakukan kesalahan-kesalahan yang sering berakibat fatal. Rasanya lini belakang Inter berubah menjadi lebih kuat dibanding musim lalu.

Kesimpulan

Perekrutan Ivan Perisic, Felipe Melo, Adem Ljajic, dan Alex Telles bukanlah pembelian panik. Namun memang sesuai kebutuhan tim yang dirasa masih kurang oleh Mancini. Bersaing di papan atas Serie A bukan mustahil. Inter pun diuntungkan dengan absen dari perhelatan Eropa yang bisa tampil lebih bugar dibanding tim-tim papan atas lainnya.

Perombakan besar-besaran bukan berarti tanpa risiko. Faktor adaptasi pemain sering menjadi kendalanya. Untungnya Inter dengan cerdik memboyong beberapa pemain yang terbiasa dengan atmosfer Serie A. Hanya tinggal Mancini nya  saja, bagaimana dia bisa meramu taktik yang tepat dan mengeluarkan potensi terbaik pemainnya.

Tuesday, August 11, 2015

Menanti Aksi Gregoire Defrel Bersama Sassuolo

Sumber Foto: eurosport.com
Bagi tim papan tengah seperti Sassuolo, kehilangan seorang penyerang haus gol sekelas Simone Zaza adalah sebuah hal jelas merugikan. Sumbangan 11 golnya di musim lalu begitu membantu tim berkostum hijau-hitam ini merangkak menjauhi zona degradasi dan menempati posisi 12 di akhir musim. Bersama Domenico Berardi serta Nicola Sansone, Il Neroverdi memiliki lini depan yang berbahaya.

Namun pendukung Sassuolo pantas berlega hati karena pada 5 Agustus lalu, pihak klub resmi mendatangkan Gregoire Defrel. Dengan transfer sebesar 6,9 juta Euro, pemain berusia 24 tahun ini dikontrak untuk 5 tahun ke depan. Bersama Cesena di musim lalu, dirinya mencetak sembilan 9 dan 5 assist. Cukup mengejutkan karena pemain berkepala plontos ini juga diincar oleh banyak klub termasuk Palermo, Sampdoria, dan Norwich sebelum akhirnya merapat ke Sassuolo.

Sebenarnya Defrel bukanlah penyerang murni, tapi lebih ke tipe second striker yang memiliki kecepatan dan dribel yang baik. Bahkan dalam beberapa kesempatan, dia dibanding-bandingkan dengan kompatriot senegaranya, Jeremy Menez. Yang kebetulan juga sering dimainkan sebagai penyerang utama di Milan.

Defrel bisa jadi dipasang sebagai penyerang tengah oleh Eusebio Di Francesco nanti. Dengan teknik serta kecepatan yang dimilikinya akan membuat Sassuolo semakin berbahaya, terutama dalam melancarkan serangan balik. Kegemaran Di Francesco memainkan tiga pemain depan akan menawarkan sesuatu yang berbeda nantinya dengan kehadiran Defrel di depan.
 
Selain kemampuan mencetak gol, visi bermainnya juga cukup baik mengingat dia juga bertindak sebagai pemberi assist terbanyak untuk Cesena di musim lalu. Defrel juga pemain yang cukup serba guna. Selain sebagai penyerang dan, berbagai posisi juga pernah dilakoninya. Bahkan dia sempat diturunkan sebagai wingback kanan. Tapi dia paling efektif bermain sebagai penyerang, penyerang sayap, atau bermain di belakang dua striker. Sebagai seorang striker, jumlah tekel yang dilakukannya cukup tinggi. Artinya, dia juga sering berkontribusi dalam bertahan.
 
Karena itu, akan banyak nilai positif yang diberikan oleh Defrel. Eusebio Di Francesco yang menanamkan pakem 4-3-3 akan lebih leluasa menempatkan dirinya di sisi kanan atau tengah secara bergantian dengan Domenico Berardi. Atau pada 3-4-3 yang beberapa kali dimainkan di musim lalu, Defrel bisa digeser sebagai gelandang kanan atau wingback kanan dan memasang striker gaek Floro Flores maupun Sergio Floccari sebagai penyerang tengah.

Defrel sudah pasti akan menambah daya gedor Sassuolo di musim yang akan mendatang. Kehilangan bomber sekelas Simone Zaza akan segera terobati. Asal pemain berdarah Prancis ini bisa menampilkan permainan yang konsisten. Jika tidak, Di Francesco sudah pasti akan menempatkannya di bangku cadangan. Jangan lupa, pelatih yang membawa I Neroverdi ke kasta tertinggi Italia ini gemar merotasi pemain-pemainnya.

Friday, July 31, 2015

10 Pemain Termahal Inter Sepanjang Sejarah

Sumber Gambar: (calcioweb.eu)
Perekrutan Geoffrey Kondogbia dari Monaco adalah satu hal yang paling menarik di bursa transfer musim ini. Awalnya memang pemain asal Prancis ini kencang diisukan akan bergabung ke klub rival sekota, A.C. Milan. Namun Kondogbia berkata bahwa dirinya lebih memilih Inter sebagai awal petualangannya di Serie-A.

Selain itu dengan label harga yang tinggi sekitar 35 juta Euro, menempatkan dirinya sebagai gelandang bertahan termahal yang pernah dibuat oleh Inter sejauh ini. Memang bukan hal baru untuk Inter dalam hal menggelontorkan uang demi seorang pemain. Berikut adalah 10 pemain yang direkrut dengan harga paling tinggi oleh Inter.

10. Fabio Cannavaro (23 Juta Euro)

Sumber: (imortaisdefutebol.com)
Cannavaro dibeli oleh Inter dari Parma seharga 23 juta Euro di tahun 2002. Saat itu Inter ditangani oleh Hector Cuper yang di musim sebelumnya gagal meraih scudetto setelah kalah bersaing dengan Juventus. Fabio langsung menjadi pemain kunci dalam kegemilangan Inter melaju ke semifinal Liga Champions. Walau begitu satu-satunya pemain belakang yang pernah dianugerahi pemain terbaik dunia ini hanya menjalani dua musim di Inter dan secara mengejutkan dijual ke saingan terbesar mereka, Juventus dengan nilai sekitar 9 juta Euro.

9. Clarence Seedorf (24,3 Juta Euro)
Sumber: (whoateallthepies.tv)
Mengejutkan saat mengingat bagaimana Inter kerap kali gagal memanfaatkan pemain-pemain mahal yang pernah direkrut. Salah satunya adalah pemain yang menjadi legenda saat berkostum A.C. Milan ini. Seedorf direkrut dari Real Madrid setelah berkiprah kurang lebih empat tahun dan menyabet beberapa gelar termasuk Liga Champions 98.

Tahun 2000 dia pindah ke Inter, namun gagal mengulang sukses seperti bersama Madrid. Dua musim kemudian Seedorf memutuskan menyebrang ke Milan dan ditukar dengan pemain berbakat lainnya, Francesco Coco. Setelah itu yang terdengar adalah sejarah kesuksesan.

8. Ricardo Quaresma (24,6 Juta Euro)

Sumber: (zimbio.com)
Kedatangan Mourinho ke Giuseppe Meazza memang membawa isu kencang bahwa dirinya akan mengikutsertakan pemain Portugal ke Inter. Banyak yang berharap bahwa itu nama-nama seperti Ricardo Carvalho. Namun, yang terpilih adalah seorang pemain sayap potensial dari Porto, Quaresma. Banyak pihak yang berharap besar padanya, kecepatan dan kemampuan menggiring bolanya patut diperhitungkan. Sayang, dirinya gagal membuktikan kemampuannya dan dipinjamkan ke Chelsea.

Coba sesekali bertanya pada Interisti, pemain manakah yang pantas dilabeli sebagai transfer terburuk Inter. Cepat atau lambat dia/mereka akan menjawab Ricardo Quaresma. Tak percaya? Di akhir tulisan nanti anda akan menyadarinya.

7. Zlatan Ibrahimovic (24,8 Juta Euro)


Sumber: (zimbio.com)
Siapa yang tak kenal pria Swedia ini? Inter beruntung pernah mendapatkan jasa seorang Zlatan Ibrahimovic selama kurang lebih tiga tahun. Skandal Calciopoli berpengaruh besar pada kedatangan Ibra. Juventus yang dihukum turun ke Serie-B membuat para pemain bintangnya memutuskan untuk pergi karena enggan bermain di level bawah. Salah satunya Ibra yang setuju untuk menyebrang ke Inter beberapa hari setelah mantan pemain Juventus lainnya, Patrick Vieira juga melakukan hal yang sama.

Di Inter, Ibra kembali diberikan posisi striker utama. Sebelumnya di Juventus dia sempat digeser dari posisi penyerang untuk bermain lebih dalam atau melebar. Hasilnya sangat memuaskan, Il Nerazurri kembali memboyong scudetto tiga kali beruntun ditambah dengan dua piala Super Coppa. Ibra pun berhasil menjadi top skor di tahun 2009, dua kali menyabet gelar pemain asing terbaik, dan juga pemain terbaik Serie-A.

6. Diego Milito (25 Juta Euro)
 
Sumber: (zimbio.com)

Il Principe (Sang Pangeran), begitu dia mendapatkan julukan dari penggemar sepakbola. Sebenarnya panggilan ini berawal dari kemiripannya dengan seorang pemain asal Uruguay, Enzo Francescoli. Namun, lama kelamaan julukan ini ditujukan berkat kemampuannya mencetak gol yang sulit ditandingi.

Milito diboyong Inter dari Genoa setelah sebelumnya sempat bermain di La Liga Spanyol bersama Zaragoza. Diego diboyong Inter bersamaan dengan Thiago Motta. Membutuhkan total sekitar 38 juta Euro untuk menebus mereka, ditambah dengan pemberian kepemilikan Robert Acquafresca, Leonardo Bonucci, Riccardo Meggiorini, Francesco Bolzoni, dan Ivan Fatic.

Hasilnya pun sebanding dengan mahar yang tinggi. Milito menjadi mesin gol menggantikan Ibrahimovic untuk menggondol gelar treble pertama Inter dalam sejarah. Sayangnya, di musim-musim berikutnya dia banyak dilanda cedera sehingga sulit kembali ke performa terbaiknya. Kemampuannya mencetak gol adalah salah satu yang terbaik yang pernah ada. Dia adalah pemain yang efisien dalam hal membobol gawang lawan.

5. Francesco Toldo (26,5 Juta Euro)
 
Sumber: (goal.com)

Rekor penjaga gawang termahal yang pernah dibeli Inter adalah Francesco Toldo yang direkrut dari Fiorentina pada tahun 2001. Kebangkrutan Fiorentina memaksa klub menjual Toldo setelah delapan musim menjadi kiper utama. Hector Cuper -pelatih Inter saat itu- tak kesulitan untuk menjadikan Toldo sebagai penjaga gawang andalan dan bertahan selama bertahun-tahun. Ironisnya, kesuksesan Inter sendiri hadir ketika Toldo sudah tak lagi menjadi pilihan utama. Penyebabnya adalah kedatangan pria berbakat asal Brazil, Julio Cesar

Toldo adalah seorang kiper yang komplit. Memiliki postur besar, kemampuan membaca situasi, handling, serta punya kecepatan dan seorang pemain yang konsisten. Dia pun terkenal kuat dalam menahan tendangan penalti. Wajar saja jika Francesco dilabeli sebagai salah satu kiper terbaik pada generasinya.

4. Ronaldo de Lima (27 Juta Euro)

Sumber: (goal.com)
Bukan, dia bukanlah Ronaldo dengan nama Cristiano di depannya. Dia adalah pemain yang membawa negaranya, Brazil, merengkuh Piala Dunia 2002. Dengan biaya sekitar 27 juta Euro, saat itu dialah pemegang rekor transfer pemain sepakbola termahal sebelum dikalahkan oleh Denilson yang pindah ke Real Betis setahun berikutnya.

Enam tahun pengabdiannya di Giuseppe Meazza, Ronaldo berhasil menyabet beberapa gelar individu. Dari pemain terbaik Serie-A, top skorer,  hingga ke dua kali Balon D'Or. Tapi, prestasinya bersama Inter hanya saat mengantarkan Inter merengkuh juara UEFA Cup di tahun 1998. Padahal dia begitu sukses saat bermain bersama tim nasional Brazil.

Sebutan The Phenomenon bukan bualan belaka. Selain Ronaldo memiliki skill individu seperti lazimnya pemain asal Brazil, visi dan kemampuannya dalam menyerang tak ada yang meragukan, tak jarang dia memberi assist untuk rekan satu timnya. Maka dari itu, dia bisa ditempatkan di berbagai posisi dalam menyerang. Bayangkan seorang striker komplit yang memiliki kecepatan, skill, teknik individu, visi bermain, serta handal dalam mencetak gol. Mengerikan.

Ya, sebelum muncul striker-striker luar biasa seperti Raul Gonzalez, Michael Owen, Ruud van Nistelrooy, Thierry Henry, Ibrahimovic, atau Cristiano (Ronaldo) dan Messi, dunia sepakbola sudah pernah memiliki Ronaldo de Lima. Sang fenomenal.

3. Geoffrey Kondogbia (35 Juta Euro)

Sumber: (espnfc.com)
Wow, pemain yang baru saja bergabung dengan Inter sudah menempati peringkat tiga termahal dalam sejarah Inter. Ya memang sulit dibandingkan jumlah sebesar ini dengan masa dimana Ronaldo menjadi rekor dunia transfer sepakbola. Mungkin saja jika Ronaldo de Lima hidup di masa sekarang, harganya bisa dua kali lipat Gareth Bale. Siapa yang tahu.

Kondogbia dibeli dari Monaco setelah dirinya tampil solid di Ligue 1 musim lalu. Geoffrey menjadi pemain muda yang paling diincar oleh banyak klub raksasa Eropa semenjak dia berkostum Sevilla tiga tahun lalu. Di usianya yang masih sangat hijau, dia menjelma menjadi gelandang petarung yang solid di lini tengah. Dengan postur yang besar (188 cm), Kondogbia mampu memanfaatkan kemampuan fisik yang akan sangat berguna bagi Inter. Selain kuat dalam bertahan, dia juga acap kali turut andil dalam menyerang.

Di usianya yang masih 22 tahun, karir Kondogbia jelas masih sangat panjang. Bermain bersama Inter akan bagus untuk dirinya. Walau tak berlaga di Eropa musim depan, dia kemungkinan akan menjadi starter untuk Inter.

2. Hernan Crespo (36 Juta Euro)

Sumber: (dailymail.co.uk)
Tahun 2002, Inter kehilangan seorang andalan di lini depan setelah Ronaldo memutuskan pindah ke Real Madrid. Crespo, yang sebelumnya berada di Lazio dibeli dengan biaya total 36 juta Euro termasuk tambahan pemain Bernardo Corradi. Namun, itu hanya berjalan satu tahun karena permainannya dianggap mengecewakan dengan "hanya" mencetak total 16 gol, sembilan diantaranya dibuat di Liga Champion. Akhir musim dia dilepas ke Chelsea.

Karirnya di Inter tak berakhir di situ. Hernan Crespo kembali saat Inter ditangani oleh Mancini di tahun 2006. Di musim keduanya bersama Inter, dia menjadi andalan di lini depan bersama Ibrahimovic untuk menggondol scudetto ke Giuseppe Meazza. Tapi semenjak itu, karirnya terus menurun, walaupun masih menjadi bagian dari keberhasilan Inter mempertahankan scudetto tiga tahun berturut-turut dia bukanlah pilihan utama, hingga akhirnya tahun 2009 dilepas ke Genoa.

1. Christian Vieri (43 Juta Euro)

Sumber: (talksport.com)
Salah satu pembelian terbaik Inter sepanjang sejarah. Direkrut pada tahun 2000 membuat Inter memiliki sepasang striker mengerikan, Ronaldo dan Christian Vieri. Orang-orang sering membandingkannya dengan legenda Italia lainnya, Luigi Riva. Vieri punya keunikan tersendiri dalam bermain.

Walau dia tipe seorang striker target-man oportunis, dia menggabungkan kekuatan fisik dengan kecepatan dan teknik. Vieri sangat kuat dalam duel udara, dia adalah pencetak gol sundulan terbanyak sepanjang sejarah Serie-A Italia. Pemain yang disebut-sebut sebagai salah satu penyerang terbaik Italia ini juga memiliki kekuatan tendangan jarak jauh di kaki kirinya.

Vieri adalah pemain yang sering berganti klub. Sepanjang karirnya sudah 12 klub yang dibela. Inter adalah klub yang paling lama dihuninya. Tujuh tahun bersama Il Nerazurri, dia menuai kesuksesan dengan mencatat 103 gol dari 143 pertandingan. Sayangnya, dia sering dilanda cedera dan pada 2005 Inter memutus kontraknya.

Jika melihat kontribusinya, sungguh sulit melihat fakta bahwa Inter selalu gagal meraih gelar liga ataupun di kancah Eropa. Pencapaian terbaiknya adalah merebut Coppa Italia di tahun terakhirnya. Vieri dianugerahi pemain terbaik Serie-A 2002 dan tampil sebagai top skor liga musim 2002/2003. Dia pun masuk ke dalam daftar pemain terbaik dunia sepanjang sejarah versi Pele.

***

Ya, Inter sejak dulu memang bersahabat dengan transfer besar terutama sejak presiden Massimo Moratti berkuasa. Tapi apalah arti pemain bintang dengan harga selangit tanpa gelar juara. Semoga di masa mendatang tak ada lagi Quaresma-Quaresma baru.

Postingan Populer