Sunday, August 7, 2016

Review Film: Life is Beautiful (1997)


Ketika pertama kali melihat judul film ini, ada beberapa pertanyaan besar di benak saya. Apa yang akan diceritakan oleh Roberto Benigni? Mungkinkah ia benar-benar membuat kisah tentang hidup yang indah, atau hanya bentuk sarkasme saja? Namun ada satu hal yang pasti, film ini akan menyinggung tentang arti hidup.

Terdengar agak klise jika berbicara tentang arti hidup ya. Toh, rasanya semua film bisa mengulas hal itu dengan caranya masing-masing. Namun saya akui cara Roberto Benigni patut diapresiasi tinggi dari kerja kerasnya di film ini.

Roberto memulai film dengan narasi singkat, “This is a simple story. But not an easy one to tell”. Tak hanya sebagai kalimat pembuka, tapi juga seolah menggiring antisipasi penonton pada apa yang akan terjadi di film. Ya, bagaimana sebuah cerita sederhana bisa begitu sulit untuk disampaikan.

Guido Orefice

Selain menjadi sutradara, Benigni juga memerankan tokoh utama bernama Guido Orefice. Dikisahkan Guido adalah pria yang periang dan penuh antusias. Dengan sifatnya tersebut, ia seolah bisa menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Ya tentu saja Guido bukanlah pria yang sempurna.

Namun hal yang paling menarik dari sosok Guido adalah sifat pantang menyerahnya. Jika menginginkan sesuatu, Guido akan mencari cara untuk mendapatkannya. Salah satu contoh adalah hubungannya dengan Dora (Nicoletta Braschi).


Terlepas dari pertemuan mereka yang cheesy, Guido terus berusaha merebut hati Dora. Mulai dari berpura-pura sebagai orang lain hingga “merebut” Dora dari kekasihnya saat itu. Meski baru berjumpa beberapa kali, Dora terpikat dengan ketulusan dan sifat ceria Guido hingga akhirnya mereka (tiba-tiba) menikah dan mempunyai seorang putra.

Contoh kecil lain adalah saat ia menginginkan topi kepunyaan pemilik toko jahit. Dengan entengnya dia berkata, “What a nice hat”, lalu menukarnya dengan topi miliknya. Meski sang pemilik toko berkali-kali menyadari dan menukar kembali topinya, Guido terus berusaha hingga ia mendapatkan topi yang diinginkannya.

Bisa dibilang, sifat pantang menyerahnya tersebut yang berperan besar dalam kehidupan Guido. Mulai dari kisah cintanya dengan Dora, saat bekerja dengan pamannya, hingga saat ia harus melindungi anak lelakinya, Joshua (Giorgio Cantarini).

Dua Sisi Film

Film ini memang dibentuk menjadi dua bagian yang besar. Pertama adalah cerita Guido sebelum menikah, dan yang kedua bercerita kehidupannya setelah memiliki putra. Bagian kedua inilah yang cukup mengejutkan.

Pasalnya kehidupan indah Guido yang bak dongeng tersebut direnggut oleh pecahnya Perang Dunia II. Guido, pamannya Eliseo (Giustino Durano), dan anaknya Joshua diangkut oleh pasukan Jerman. Alasannya karena mereka adalah Yahudi. Dora yang mengetahui hal tersebut akhirnya bersikeras untuk ikut ke penampungan, meski ia bukan seorang Yahudi.

Di film, penampungan tersebut digambarkan bahwa para tahanan diperlakukan secara tak manusiawi. Para lelaki dan wanita yang sehat dipaksa bekerja seharian, dan ditempatkan dalam satu ruangan sempit. Mereka hanya disediakan ranjang seadanya saja, berhimpitan dan penuh sesak. Sementara itu, para orang yang lebih uzur dan anak-anak akan dimasukkan ke dalam “shower”. Ya mereka akan dibantai sekaligus tanpa ampun.

Namun Benigni tak ingin membuat kesan yang kelam dari film ini. Ia berusaha untuk tetap menjaga arti Life is Beautiful sesederhana mungkin, kalau boleh saya bilang. Benigni tetap menjaga nuansa “ceria” dari film ini melalui sang tokoh utama, Guido.

Guido tentu ingin anaknya terus ceria seperti dirinya. Karena itu, ia memberi tahu Joshua bahwa mereka sedang berada dalam permainan besar alih-alih menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ia berkata pada Joshua bahwa siapa pun yang mendapat 1000 poin akan menjadi pemenang dan meraih hadiah sebuah tank. Dengan segala usahanya, akhirnya Joshua pun tetap percaya dengan segala yang dikatakan Guido. Tragis.

Selain itu, Benigni juga menempatkan scoring yang “ceria” di adegan-adegan yang menempatkan Guido dan Joshua pada satu layar. Hal ini juga membawa pengaruh besar terhadap emosi penonton. Dengan ditambah dialog khas Guido, nuansa kelam pun seolah tertutupi meski tak hilang sepenuhnya.

****

Bagian kedua dari film ini memang krusial. Di sinilah saya mulai mempertanyakan apa yang ingin diwakili oleh kata-kata Life is Beautiful. Ya seakan dua pertanyaan saya bisa terjawab. Benar bahwa film ini mengisahkan tentang hidup yang indah, namun benar juga jika hal tersebut hanya sarkas saja, melihat dari apa yang menimpa Guido sampai akhir film.

Ya film ini tentu ingin membuktikan bahwa kata-kata Life is Beautiful memang benar. Hidup ini memang tak selalu indah, tentu ada konflik dan masalah yang mengiringi. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya.

Kita tak perlu menjadi Guido yang periang dan penuh antusias. Namun kita harus menjadi seseorang seperti Guido, yang tak pernah menyerah dengan keadaannya.

No comments:

Post a Comment

Postingan Populer