Thursday, January 23, 2014

Salah Pelatih? Salahkan Moratti

Akhir-akhir ini saya sedikit muak dengan apa yang terjadi dengan Inter. Performa yang buruk, strategi transfer yang aneh, dan sisa-sisa kebusukan Presiden Massimo Moratti mulai menyebabkan dua hal sebelumnya. Mungkin pembaca tulisan ini akan merasa aneh terhadap saya yang seorang Interista. Ya tak apalah, memang ini yang saya rasakan.

Dimulai dari komentar mantan pelatih Gian Piero Gasperini yang bernada sinis. "Memenangkan Treble luar biasa, tapi Inter hanya mulai menang setelah Calciopoli. Itu bukan pendapat saya, itu hanya fakta". Ada benarnya memang, kita melihat Inter berhasil meraih banyak gelar sejak 2006 hingga 2010. Setelah itu, tidak ada lagi gelar. Bahkan Inter langsung terpuruk hingga kini.

Anehnya, sejak Mourinho pergi tidak ada satu pelatih pun yang sukses membawa Inter bersaing untuk scudetto. Leonardo, Rafael Benitez, Gian Piero Gasperini, Claudio Ranieri, dan Andrea Stramaccioni. Coba kita pikir secara perlahan. Apa benar karena faktor pelatih?

Benitez dan Leonardo bisa memberikan gelar bagi Inter. Ya walaupun hanya trofi "minor" saja. Tetapi jauh lebih baik dibanding apa yang ada setelahnya. Saya melihat adanya kepanikan di Inter saat Leonardo memilih bergabung dengan PSG di akhir musim. Banyak pihak yang tidak setuju dengan penunjukkan Gasperini setelahnya. Mulai dari sini saya merasa ada yang aneh di Inter.

Gasperini hanya dijadikan kambing hitam atas buruknya manajemen petinggi Inter. Dari awal harusnya kita tahu kemampuan Gasperini yang biasa-biasa saja. Bahkan dia tidak pernah menangani tim sebesar Inter. Ditambah dengan filosofi bermain 3 bek dengan dua winger dan tiga strikeryang tidak sejalan dengan materi pemain Inter. Hasilnya Inter menderita 4 kekalahan dan satu seri. Lalu, untuk apa Gasperini dijadikan pelatih? Apa hanya sebagai "pion" dalam "Keruntuhan dinasti Inter dan Moratti" ?

Selanjutnya Claudio Ranieri ditunjuk sebagai pelatih yang baru. Ranieri pun terhitung memiliki prestasi yang biasa saja. Inter hanya menjadi tim yang tidak konsisten dan sulit menang. Dan akhirnya dipecat di pertengahan musim. Penggantinya adalah si pelatih muda berbakat Andrea Stramaccioni.

Nama Strama mencuat setelah dia berhasil memenangkan NextGen Series dengan tim primavera Inter. Di pertengahan musim Strama hanya meloloskan Inter ke Europe League. Dan berhasil bertahan di kursi kepelatihan. Di musim baru dia membawa Inter ke papan atas Serie-A. Tetapi di akhir musim posisi Inter melorot hingga posisi 9. Dan anehnya, Strama sedikit demi sedikit mengganti filosofi permainannya ke tiga bek. Di sini saya merasa ada yang aneh lagi.

Di awal musim Strama sukses dengan formasi 4 bek tetapi tiba-tiba konsisten dengan menggunakan 3 bek. Aneh karena Strama terkenal dengan formasi 4-4-2 di tim primavera Inter hingga juara NextGen Series. Apa benar adanya "konspirasi" pembentukan tim untuk Walter Mazzarri di musim ini? Bisa jadi,ini terlihat dari strategi transfer Inter yang janggal di pertengahan musim Strama.

Di pertengahan musim, Inter terkena serangan transfer panik dengan mendatangkan Tomasso Rocchi, Juan Pablo Carrizo, Mateo Kovacic, Zdravko Kuzmanovic, dan Matias Schelotto. Sebenarnya sudah terlihat di awal musim dengan Inter mendatangkan Alvaro Perreira dan Rodrigo Palacio. Di mana Perreira adalah seorang wingback dan Palacio yang terbiasa bermain dengan formasi tiga bek. Selain itu buruknya manajemen terlihat dengan pelepasan pemain-pemain kunci seperti Julio Cesar, Maicon, Muntari, Wesley Sneijder, dan Philippe Coutinho, dan Giampaolo Pazzini.

Musim kemarin adalah puncak dari keburukan manajemen Moratti dan para jajaran elit Inter. Buruknya performa Inter dan strategi transfer yang aneh. Dengan dalih Inter berada di dalam krisis finansial. Lalu apakah tim sekaliber Inter tidak mampu mengelola keuangannya? Hingga melepas para pemain kunci dan menggantinya dengan pemain yang "sedapetnya" saja.

Bisa disimpulkan bahwa keburukan ini semua berawal dari Moratti. Pertama, pemilihan pelatih yang ternyata tidak tepat. Kedua, strategi transfer yang tidak tepat karena pelatih selalu berganti dan pemain harus kembali beradaptasi. Ketiga, performa buruk Inter karena terlalu sering mengganti pelatih.

Oh ya, Roberto Mancini mengabdi selama 4 tahun, Jose Mourinho 3 tahun, dan mereka pelatih dengan masa terlama selama masa kejayaan Moratti.

No comments:

Post a Comment

Postingan Populer